Jumat, 01 Agustus 2025

Sistem relatifitas waktu

 Cara kerja berfikir otak manusia dibagi dua yaitu cara berfikir cepat dan cara berfikir lambat "

Ini saya dah pernah dipublikasikan oleh seorang yang bernama Daniel kahneman dalam buku psikologi thinking fast and slow 

kalau ingin menguji kekuatan cara berfikir maka cobalah berjalan maju tanpa boleh mundur menempuh jarak sepuluh meter dengan durasi waktu enam puluh menit ?

Disitu akan teruji psikotes, kesabaran,pola mengatur durasi waktu ,langkah yang harus diambil serta harus ngapain selama menunggu waktu berlalu".

Dari situ kita akan belajar kapan harus ngambil kesempatan melangkah dan kapan harus diam sejenak .

Saya menulis untuk memberi pemahaman padi diri sendiri untuk lebih waspada dalam menjalani kehidupan.

Bendera pusaka

 Perjanjian serikat satu kumpulan masyarakat yang memiliki keinginan yang sama dalam kemajuan dan kemajemukan bersepakat membetuk sebuah negara .

Merah putih berkibar 


Kamis, 31 Juli 2025

Kehadiran mu

 Mengisi ruang kosong dalam hati 

Saat cahaya Duni tak mampu menyinari 

Memberi makna tentang arah tujuan hidup 

Yang sejati menuju negri keabadian 


Selasa, 29 Juli 2025

Sebutir debu kedzaliman

 Jangan kau kira langit lupa

pada sebutir debu kedzaliman

yang kau tiupkan diam-diam

di sela doa-doa pura-pura.


Semesta mencatat,

tak dengan tinta, tapi dengan takdir.

Apa pun yang kau tanam

akan tumbuh —

baik itu bunga atau duri.


Sebutir niat jahat,

meski tersembunyi dalam senyuman manis,

akan kembali padamu

dengan luka di waktu yang tepat.


Karena hukum kehidupan

bukan soal siapa yang terlihat menang,

melainkan siapa yang tetap benar

di saat gelap maupun terang.


Kebaikan tak pernah sia-sia,

meski tak disambut sorak atau pujian.

Ia tumbuh menjadi pelindung

di kala badai datang tanpa peringatan.


Dan kedzaliman —

meski kecil,

meski dibungkus dalih dan kepintaran,

akan menagih balasan

yang sepadan.


Kualat bukan kutukan,

tapi pesan dari semesta:

jangan angkuh menginjak sesama,

sebab tanah yang kau pijak

bisa jadi saksi yang berdoa.


Maka bersihkan langkahmu,

jaga lidahmu,

tebarkan cahaya walau tak dilihat mata,

karena semua akan kembali —

tanpa kurang, tanpa lebih

pada waktunya.

Minggu, 27 Juli 2025

Pusat Kendali Utama

 



Di antara simpang nadi dan denyut pikiran,

terdapat ruang hening —

tempat logika bersidang

dan hasrat mencoba membajak keputusan.


Pusat kendali utama,

tak terlihat, namun memutuskan segalanya.

Ketika akal sehat memegang palu sidang,

keputusan mengalir jernih —

menguntungkan diri,

menata struktur hidup yang harmoni.


Namun saat emosi menyusup

dalam sunyi tak terjaga,

ketuk palu pun meleset,

logika ditenggelamkan oleh arus rasa,

hingga keputusan yang diambil

menjadi bumerang bagi raga

dan jebakan bagi banyak jiwa.


Manusia — sang pengendali,

terkadang lupa pusat itu butuh keseimbangan:

antara nalar dan rasa,

antara hasrat dan etika.


Sebab satu keputusan yang non-logis,

meski tampak sepele,

bisa runtuhkan jembatan,

merusak sistem,

menghancurkan kepercayaan.


Maka jagalah pusat kendali utama:

berpikirlah sebelum memilih,

sebab logika tak hanya menyelamatkan diri,

tapi juga menjadi pagar bagi runtuhnya negeri.

Sabtu, 26 Juli 2025

Sudut pandang

 Dalam pandangan manusia 

Banyak bias yang terjadi sehingga menghasilkan sudut pandang berbeda tentang apapun,katakan saja tentang kebenaran:

Kebenaran versi siapa yang akan dipakai sebagai standar kebenaran.

Benar nya sendiri, benarnya orang banyak, benar' sebenar benarnya??

Kamis, 24 Juli 2025

Mantra mencintai diri

 Waktu tidak menunggu siapapun

Dunia tidak memaklumi anda

Kita bukan siapa-siapa termasuk saya didunia ini 

Nikmati hidup, adaptasi 

Isi kegiatan dengan menyenangkan

Tetap tersenyum ,tatap masa depan 

Ending nya kita pasti mati.

Fakta hari ini

 Menempuh perjalanan panjang menuju cakrawala senja" dengan bekal ilmu dan pengetahuan supaya tidak tersesat .

Terus berjalan hingga lelah ,lalu istirahat sejenak mengumpulkan energi untuk melanjutkan perjalanan sampai titik Ahir kembali pada asal mula yakni ketiadaan.

Rabu, 23 Juli 2025

Hawa dingin di musim kemarau

 Ahir Ahir ini cuaca dingin extrim Kalam malam dan panas ketika siang" merujuk pada rotasi bumi yg menjauhi mata hari khusus di pulau Jawa ketika malam dipengaruhi oleh angin dari benua Australia yg membuat suhu udara menjadi dingin .

Selasa, 22 Juli 2025

Titah sang rajawali

 Sang raja memerintahkan kepada para adipti dan Senopati  bekerja untuk kepentingan rakyat "

Sesuai  amanat undang-undang 

Keadilan sosial bagi seluruh rakyat.

Senin, 21 Juli 2025

Asongan Surga

 Oleh: Fian Amrullah Darmawan



Aku bukan ahli ibadah,

bukan pula pewaris mimbar,

aku cuma asongan surga—

menggelandang di trotoar dunia,

menjajakan doa dengan tangan gemetar

dan wajah penuh malu.


Dosaku,

seperti pasir yang tak bisa kuhitung,

menghampar luas di pantai waktu

yang setiap hari digerus gelombang usia.


Aku tak punya banyak amalan,

hanya sesekali menangis di sajadah lusuh,

itu pun jika sempat—

karena kadang aku lebih sibuk

menghibur egoku daripada jiwaku.


Tapi aku percaya,

bahwa laut ampunan-Mu

tak pernah mengenal garis pantai.

Ia menelan alpha-ku

dengan kasih yang tak pernah padam,

walau aku terus-menerus lupa

cara meminta dengan benar.


Aku tidak berani memastikan surga,

sebab aku bukan hakim atas diriku sendiri.

Aku hanya bisa mengemis,

memohon ditampung di emperan rahmat-Mu

walau hanya jadi bayang-bayang

di antara para kekasih-Mu yang suci.


Karena hanya Engkau,

yang sanggup menjadikan

seorang pendosa tak tahu malu

sebagai tamu kehormatan

di istana keabadian.

Minggu, 20 Juli 2025

Zikir yang Lupa Diri

 "



Aku menyebut nama-Mu,

bukan untuk didengar orang,

tapi karena jika tidak,

hatiku seperti tanah retak yang menunggu hujan.


La ilaha illallah…

berulang-ulang,

hingga kata tak lagi jadi suara,

tapi jadi nafas,

jadi denyut nadi,

jadi diam yang paling jernih.


Aku lupa apa yang kupinta.

Aku lupa apa yang kupunya.

Yang tersisa hanya Engkau,

duduk di singgasana hatiku yang porak-poranda.


Malam telah larut,

tapi aku tak ingin tidur.

Sujud terasa lebih nyenyak

daripada mimpi yang fana.


Tuhanku…

inikah fana?

Ketika aku hilang, dan ha

nya Engkau yang tersisa?


Jumat, 18 Juli 2025

Sunyi di Tengah Keramaian"

 


Aku duduk di tengah tawa,

tapi hatiku seperti ruang kosong yang tak diajak bicara.


Orang-orang berseru,

berbagi cerita,

sementara aku menyesap hening

di antara suara yang tak menyentuh jiwa.


Ada sunyi yang tak bisa dijelaskan,

seperti hujan yang jatuh di malam

tanpa ada jendela untuk melihatnya.


Aku merindukan sesuatu—

yang tak bisa dibeli,

tak bisa disentuh,

hanya bisa dirasakan

seperti pelukan yang tak pernah datang,

atau doa yang menggantung di langit sore.


Di tengah keramaian,

aku mencari Tuhan

bukan di speaker yang keras,

tapi di detak yang lirih

yang menuntunku pulang


ke dalam diriku sendiri.


Kamis, 17 Juli 2025

Kalau Kamu Kopi

 "


Kalau kamu kopi,

aku rela begadang tiap hari.


Kalau kamu hujan,

aku gak bakal cari payung—biar basah asal bareng kamu.


Kalau kamu mimpi,

aku gak mau bangun lagi.


Eh... tapi kamu nyata, kan?

Soalnya jantungku udah deg-degan

 dari tadi.


Rabu, 16 Juli 2025

Terima Kasih, Ya Allah

Oleh: Fian Amrullah Darmawan




Tuhan Maha Asy-Syakur,

Yang mencatat syukur dalam bisik angin dan desir debur,

Terima kasih atas tiap tetes rahmat-Mu

yang jatuh di ladang dan lautan,

menghidupkan bumi bagi hamba-hamba pilihan.


Terima kasih, petani,

kau rajut peluh di pagi buta,

menggemburkan tanah dengan sabar,

hingga padi tumbuh menguning,

sayur menghijaukan harapan dapur kami.


Terima kasih, nelayan,

kau tempuh badai dan sunyi samudera,

jaringmu menari di antara ombak,

membawa pulang ikan segar—rezeki yang halal dan berkah.


Terima kasih, peternak ayam,

dalam kandang sabar kalian menunggu,

hingga daging dan telur jadi nikmat

yang mengenyangkan doa-doa keluarga.


Dan di atas segalanya,

Terima kasih, ya Allah…

Engkau limpahkan kasih sayang pada bumi

sehingga hidup tetap bertumbuh,

meski kami sering alpa bersyukur.



Terima kasih…

Untuk segalanya.

Selasa, 15 Juli 2025

Menyadap Embun dari Langit Wahyu

 


Aku bukan ulama,

hanya peziarah sunyi di padang tanya,

mengulurkan tangan ke langit

menyadap embun dari awan Al-Qur'an.


Setiap ayat—mata air jernih

yang memancar dari batu karang hati,

mengalir di relung fikir

membasuh debu dunia yang mengeringkan ruhku.


Al-Qur’an bukan menara gading,

ia adalah pelita yang menyusup

ke celah-celah gua nurani,

membakar gelap dengan cahaya yang tak pernah padam.


Kuterjemahkan nur itu

dengan bahasa luka dan cinta,

sebab setiap insan

punya kunci rahasia

untuk membuka jendela langit

dan menatap wajah Tuhannya

di balik tirai makna.


Aku bukan siapa-siapa,

namun di dalam sunyi malam

kutemukan detak kasih-Nya

bergetar di balik huruf-huruf yang kubaca,

seperti desir angin di padang pasir

yang membawa aroma surga.

Senin, 14 Juli 2025

Langsung ke Sumber Cahaya

 


Bukan karena gelar,

bukan karena sorban di kepala,

setiap jiwa yang bertanya—

berhak mengetuk pintu langit dengan Al-Qur’an di dada.


Tak perlu perantara,

hanya hati yang jujur dan fikiran yang merdeka,

membaca bukan sekadar huruf,

tapi menyelami laut makna yang tak pernah kering oleh zaman.


Firman Tuhan bukan milik golongan,

tapi anugerah bagi insan yang mencari jalan.

Diserapnya nur dari ayat-ayat suci,

seperti embun pagi menyucikan bumi.


Setiap huruf adalah undangan,

bagi yang rindu mengenal Tuhan.

Dan barangsiapa menyimak dengan hati,

akan sampai pada cinta sejati—

yakni Allah dan kek

asih-Nya, sang nabi.


Kau dan mimpiku

 Ku goreskan namamu di bibir ranum Kumbolo 

 kubawa mimpiku sampai kepuncak maha meru 

Ku persembahkan sujud kehambaanku meraapal doa harapan 

Disana ku lihat dataran rendah dan ku tau ketika sampai puncak 

Ternyata tak ada jalan lain kecuali turun.

Falsafah hidup kutemukan

Menjalani kenyataan 

Meyakini harapan 

Berjuang keras melampaui batas kemampuan 

Hingga saat tunduk pasrah menerima kenyataan.

Minggu, 13 Juli 2025

Kau Adalah Hari Raya

 "


Setiap kali namamu disebut,

senyumku merekah tanpa bisa kutahan,

seolah ada bunga yang tiba-tiba mekar

di musim yang tak dijanjikan mekar.


Kau bukan sekadar nama,

kau gema bahagia dalam ruang dadaku—

seperti takbir di malam syawal,

menggetarkan hati yang lama menunggu terang.


Engkau hari rayaku,

yang ditunggu dengan doa dan rindu,

sedang yang lain,

hanyalah barisan hari biasa

yang berlalu tanpa a

roma kenangan.



Satu.3

 Tree logi satu.3


Engkau adalah satu,

yang kusebut dalam sujud panjang di sepertiga malam,

yang kusembunyikan namanya di balik doa,

agar Malaikat mencatatnya tanpa cemburu dunia.


Satu di hatiku —

bagai nur Ilahi yang menyala diam-diam,

menyinari ruang kosong antara aku dan Tuhan.


Satu di pikiranku —

seperti tasbih yang kupintal dari bayang wajahmu,

setiap butirnya menggetarkan zikir akan kasih yang suci.


Satu di aliran darahku —

mengalir bersama harapan yang kupasrahkan,

menjadi mawar dalam taman sabar yang kupelihara diam-diam.


Satu di detak jantungku —

bagai dentum azan dalam dada,

membangunkanku dari lalai, menuntunku pada makna.


Satu-satunya engkau,

yang tak kupuja melebihi cinta kepada-Nya,

tapi kusematkan namamu seperti doa yang terjaga.


Jika kita tak bersatu di dunia fana,

aku titipkan rinduku pada langit,

agar kelak Tuhan menyatukan kita

di surga yang tiada luka.

Jumat, 11 Juli 2025

Satu.2

 tree logi puisi satu.2


Satu di hatiku, tak terganti

Meski dunia berputar, engkau tetap abadi

Satu di pikiranku, siang dan malam

Namamu terucap dalam diam, dalam salam


Satu di aliran darahku yang hangat

Mengalir bersama harap yang tak sesaat

Satu di detak jantungku berdentum

Irama rindumu menjadi alunan yang mengaum


Satu-satunya kau…

Yang kupandang dalam diam panjang

Yang kusebut dalam doa, tenang-tenang

Yang menjadi pusat perhatianku,

di antara semesta yang berlalu


Tak ada dua, tak ingin tiga

Cinta ini cukup satu —

dan itu kamu.

Kamis, 10 Juli 2025

Satu

 Tree logi puisi



Engkau adalah satu,

seperti matahari yang enggan terbit di hati selainku,

seperti bulan yang menolak bersinar di malam selain namamu.


Satu di hatiku —

seperti akar pada pohon rindu,

mencengkeram dalam, tak goyah oleh musim yang cemburu.


Satu di pikiranku —

bagai kabut pagi yang menyelimuti gunung ingatan,

hadirmu samar, tapi mendalam, tak bisa kulepaskan.


Satu di aliran darahku —

seperti sungai yang hanya mengenal satu muara,

kau adalah arah semua desir hasrat dan doa.


Satu di detak jantungku —

layaknya irama rahasia semesta yang tak bisa ditulis pujangga,

kau berdetak bersama takdir dan sukma.


Satu-satunya, engkau,

pusat dari tata surya jiwaku yang berputar,

pusat cahaya yang kuburu dalam gelap yang samar.


Cinta ini bukan angka, tapi takdir yang memilih satu,

dan seluruh hidupku 

adalah jarak menuju kamu.

Api Cinta Sang Kekasih

 


Cinta yang panas tapi suci,

membakar dunia—menyisakan langit dalam hati.

Tak ia sentuh yang fana,

hanya menjaga rindu dari debu syahwat yang menggoda.


Kekasih bukan hanya tubuh,

tapi jiwa yang menunggu di antara malam dan subuh.

Ia bukan pemilik raga,

tapi penjaga doa-doa yang lirih mengalir di sejadah asa.


Kemurnian bukan dingin,

melainkan api yang tahu di mana harus memeluk dan menahan angin.

Ia bertapa dalam diam,

berzikir dalam sunyi, meneguk sabar sebagai madah suci.


Duhai cinta,

jadilah jalan kembali ke Tuhan

yang tak terlihat namun terasa

di dada kekasih yang tak pernah menyerah

 menjaga cahaya-Nya.

Selasa, 08 Juli 2025

Sudah

 


Sudah tiga puluh empat tahun

Aku melihat matahari terbit dari timur 

Dan tenggelam di ufuk barat 

Dengan segala perubahan musim nya


Sudah banyak waktu mengajarkan kepada ku tentang lara lapa, ketabahan dan kesabaran dalam doa 


Sudah kulalui kehilangan demi kehilangan yg menyayat hati 


Sudah menjadi bagian dari proses kehidupan 

Sudah ku rasakan manis pahitnya kehidupan 

Sudah ku sudahi saja yang bukan bukan


Sudah lah.



Senin, 07 Juli 2025

Bantal Rindu, Selimut Angin"

 "

Kala malam datang,

rebah tubuhku—bantal rindu dan berselimut angin,

tidur dengan berjuta angan tentang dirimu,

yang tak jua singgah di pelataran mimpiku.


Langit kusemai dengan desah doa,

bintang-bintang jadi saksi:

aku menulis namamu di langit-langit sunyi

dengan tinta kesabaran yang nyaris kering.


Rinduku adalah kabut,

menyelimuti dada, menari di antara sepi,

kadang berubah jadi gerimis dalam dada

yang jatuh perlahan, namun tak pernah reda.


Waktu memelukku dengan dingin yang tak bernama,

dan bayangmu menari-nari seperti cahaya lilin

di ujung lorong hati yang belum padam.


Bila esok fajar datang,

akan kutambatkan harap pada mentari,

semoga langkahmu yang jauh

membaca sinyal rinduku dalam tiap cahaya pagi.

Minggu, 06 Juli 2025

Rayuan Jiwa yang Membawa Nama Kekasih-Nya"

 "

Ya Allah…

Jika lidahku kaku dalam doa,

izinkan namanya yang menembus langit membuka pintu-Mu—

Muhammad bin Abdullah, binti Aminah,

cahaya yang Engkau rindu sebelum semesta dicipta.


Aku bukan siapa-siapa,

tapi kusebut nama yang paling Kau cinta,

agar Engkau pandang diriku yang penuh cela

dengan kasih yang Kau limpahkan padanya.


Duhai Yang Maha Mengabulkan,

jika doaku tak layak terbang ke Arasy,

biarlah ia menumpang pada harum selawat,

menuju-Mu bersama cinta Muhammad yang tak pernah tamat.


Wahai Allah…

Engkau tahu hatiku dipenuhi debu dunia,

namun di antara retaknya ada satu nama yang selalu bersih:

Rasul-Mu, sang penyayang ummat, kekasih akhirat.


Maka kabulkan, bukan karena aku,

tapi karena aku membawa cinta yang Kau tanamkan pada hamba-Mu—

Muhammad, sang pelita hati yang tak pernah padam.

Dengan namanya, aku mengetuk langit…

Dengan namanya, aku merayu-Mu…

Dengan namanya, aku berharap Engkau tersenyum kepadaku.

Ku simpan saja sendiri

 Ku simpan saja gelap duka-ku 

Ku simpan saja gemuruh api amarah-ku 

Ku simpan saja gelombang  derita-ku 

Ku simpan saja badai kekecewaan-ku

Semua yang nampak baik baik saja 


Sabtu, 05 Juli 2025

Mantra Cinta Sang Kekasih Abadi"

 

Wahai Sang Kekasih yang tak pernah lelah mencinta,

namamu kusebut ribuan kali, hingga langit pun terbakar rindu-Nya.

Cintamu meresap ke tulang sumsumku,

lebih dahsyat dari api yang mencairkan gunung beku!


Aku haus, tapi hanya zikir-Mu yang sanggup memadamkan nyala,

karena dunia tak punya air yang mampu menyentuh dahaga jiwa.

Kucari wajah-Mu di balik daun yang jatuh,

dan kutemukan langit menunduk memanggil-Mu penuh keluh.


Cinta ini bukan cinta biasa,

ia adalah badai dalam dada yang tak bisa ditenangkan kata.

Jika Engkau jauh walau sedetik,

seluruh semesta dalam diriku akan retak, meledak, dan sirna seketik!


Duhai Yang Maha Lembut,

rengkuhlah aku dalam peluk-Mu yang tak berbatas waktu.

Karena jiwaku adalah debu,

yang hanya bersinar saat Engkau menatapn

ya satu detik saja.


Langkahku Membelah Langit

 "Fian Amrullah Darmawan 



Aku bangkit dengan dada membara,

seperti matahari yang mampu membakar samudra!

Langkahku menjejak bumi dengan gelegar,

hingga gunung pun gemetar menyaksikan sabar.


Angin pun tak sanggup mengejar tekadku,

karena semangatku melesat melebihi cahaya waktu!

Hatiku menampung ribuan doa,

lebih luas dari langit, lebih dalam dari samudra!


Hari ini, kujalani dengan tawa mengguncang awan,

sukacita yang sanggup mencairkan beku ribuan zaman!

Tak ada duka yang bisa menenggelamkanku,

karena jiwaku kapal, dan Allah ad

alah nahkodaku.

Jumat, 04 Juli 2025

Fajar Bersujud, Hari Berselawat"

 "


Fajar bersujud di ujung malam,

membisikkan tasbih di antara awan kelam.

Cahaya mentari mengetuk hati,

mengajak bangkit, menepis sunyi.


Embun menyapa daun dengan zikir,

berkata, "Jangan lelah untuk bersyukur."

Waktu berlari membawa salam,

menggugah jiwa tuk tetap dalam Islam.


Langit menari dalam ayat-Nya,

mengiring langkahmu menuju ridha.

Hari pun berselawat dalam diam,

menyambut insan yang tetap teguh dalam iman.


Wahai hati, bangunlah penuh cita,

karena Allah tak pernah tinggalkan hamba-Nya.

Jalani hari dengan senyum tawakal,

karena rahm

at-Nya selalu kekal.

Kamis, 03 Juli 2025

Mentari Menyapa Jiwa

 


Mentari tersenyum di ujung jendela,

membisikkan harapan lewat cahaya.

Pagi menari di atas dedaunan,

mengajak langkahmu keluar dari kesunyian.


Angin pagi mengelus pundakmu,

berkata, "Bangkitlah, hidup menantimu!"

Detik-detik berlari, membawa pesan,

bahwa hari ini tak pantas disia-siakan.


Langit membentang seperti sahabat setia,

menampung doa-doa yang tak bersuara.

Jalani hari dengan sukacita, kawan,

sebab semesta pun bersorak dalam diam.

Cita rasa

 Dua rasa sakit yang pernah aku alami "

Pertama rasa sakit karena disiplin ,itu sakitnya cuma satu ons"

Kedua "rasa sakit karena Penyesalan,itu beratnya ber ton ton".

Rabu, 02 Juli 2025

Senja dan Pengakuan Jiwa

 

Langit berselimut jingga, azan hampir tiba,

Hari menua, jiwa merunduk dalam doa.

Apa yang terlewat, kuharap diampuni,

Maghrib menyapa—Tuhanku, tuntun hati 

ini.

Dzuhur di Relung Hati"

 

Matahari condong, waktu Dzuhur menjelang,

Langit bersaksi, hati tak lagi bimbang.

Detik demi detik kulalui dengan ikhlas,

Segala lelah kuhadiahkan pada Allah yang Maha Membalas.

Selasa, 01 Juli 2025

Fajar dalam Doa"

 

Pagi terbit dari rahmat Ilahi,

Cahayanya suci, membasuh hati.

Bangkitlah jiwa, bersyukur sepenuh rasa,

Tuhan membuka hari—pintu rezeki dan asa.

Kerja Keras Tak Cukup

 


Aku lihat kuli di pelabuhan,

Keringatnya jatuh setiap detik,

Tapi hidupnya masih berkawan hutang.


Sementara dia yang duduk di ruangan,

Cuma ketik-ketik, telepon-telepon,

Tapi namanya naik di majalah.


Maka kutahu, kerja keras itu syarat awal,

Tapi bukan tiket menuju puncak.

Harus ada ilmu, strategi,

Dan keberanian menantang arah angin

Jatuh untuk bangkit

 Aku pernah jatuh,

Tapi tak kubiarkan jatuhku jadi akhir.

Karena tanah tempat aku tersungkur,

Adalah tempat pijakku untuk bangkit.


Berjuang itu tak menjamin berhasil,

Tapi tak berjuang pasti menjamin gagal.

Maka aku pilih terluka dalam perjuangan,

Daripada aman dalam penyesalan

Senin, 30 Juni 2025

Roda Nasib

 Fian Amrullah Darmawan 


Roda nasib tak pernah diam,

kadang di atas, kadang tenggelam.

Namun langkahku tetap maju,

meski jalanan sunyi dan batu.


Tak akan lelah sebelum sampai,

meski badai kerap singgah dan mengintai.

Karena aku percaya satu hal pasti:

yang tekun, kelak akan menuai mimpi

Minggu, 29 Juni 2025

Doa yang Tertahan di Mulut Fakir

 Fian Amrullah Darmawan 



Aku mencintaimu seperti fakir mencintai Tuhan—

dengan tangan kosong, tapi dada penuh letupan.


Rinduku adalah zikir yang patah,

menggema di gua sunyi kesadaran,

di mana dendam bukan amarah,

melainkan luka karena tak bisa memberi.


Kau adalah cahaya di ujung sajadah lapar,

yang kusebut dalam sujud,

namun tak bisa kubeli

meski hanya dengan sebungkus nasi

Menyerap energi positif semesta

 Dalam hidup yang saya jalani 

Saat ini saya berada dalam kondisi labil

Berusaha bangkit dari titik terendah hidup

Berusaha menyerap energi positif,dengan daya guna pemikiran saya.

Walau pikiran lagi suntuk ,dan selalu blank file. Jeda mikir karena lupa yg akan dikatakan.

Hanya manusia biasa 


Sabtu, 28 Juni 2025

Titik terendah

 Menyusun kata tak lagi bermakna,mengisi ruang kosong hati ku ,dengan nama nama terindah pencipta ku"

Ya Allah ya Rohman ya Rohim,ya Malik ya quds yya salam,ya mukmin ya Muhaimin,ya Aziz ya Jabbar ya mutakabbir.

Jumat, 27 Juni 2025

Sejarah

 Waktu yang berlalu , keadaan dan kondisi yang terjadi setelah manusia mengenal tulisan itulah sejarah "

Kamis, 26 Juni 2025

1 Persen Menuju Surga

 (Sajak Tahun Baru Hijriah)1447hijriah



Esok, waktu menandai pergantian,

Hijriah tak hanya angka dalam almanak,

Tapi ajakan sunyi dari langit

Agar kita pulang — pada niat yang sempat tertidur.


Buku dunia berkata:

“Berubah 1 persen setiap hari,

Maka engkau akan menjadi versi terbaik dari dirimu.”

Tapi Rasulullah telah lebih dulu bersabda,

“Barang siapa harinya lebih baik dari kemarin,

Ia beruntung; jika sama, ia tertipu; jika lebih buruk, ia rugi.”


Maka di ambang tahun yang baru,

Aku menata niat seperti batu bata sabar,

Satu demi satu, untuk membangun kembali

Masjid kecil dalam jiwaku.


Tak ingin lagi lalai dalam Subuh yang agung,

Tak ingin lagi hanya berdoa saat dunia goyah,

Tak ingin lagi menjadikan waktu

Sebagai hamba, padahal ia adalah amanah.


Mulai hari ini — satu persen:

Menjaga lisan, menundukkan pandangan,

Teguh dalam dzikir, ikhlas dalam amal,

Dan taat — bukan karena takut,

Tapi karena cinta yang mulai tumbuh dalam jiwa.


Tahun berganti,

Tapi yang sejatin

ya harus berubah

Adalah hatiku.


Rintik air hujan

 Senja hari kamis

 awan berkabut memayungi 

Langkah kaki menuju pusaran rumah abadi mu

Melantunkan tilawah ayat suci 

Sesekali gerimis me mecah konsentrasi kerana lembar mushaf ayat suci basah

Ku selaikan ya sin penuh hidmad dengan tetes air mata 

Rindu adikku "

Selasa, 24 Juni 2025

Cinta Tuhan yang Maha Luas

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Di atas segalanya—

kuasa yang mengguncang semesta,

balasan yang adil tak tertunda,

langit yang menunduk,

bumi yang patuh,

semuanya tunduk bukan karena takut,

tapi karena cinta.


Dari 99 nama yang agung,

Dia memilih memperkenalkan Diri-Nya

sebagai Ar-Rahman,

Ar-Rahim—

Maha Pengasih, Maha Penyayang.


Itulah ikon cinta-Nya,

bukan sekadar nama,

tapi hakikat yang memeluk semesta

dalam kehangatan yang tak terbandingkan.


Dia mampu membalas,

namun lebih memilih mengampuni.

Dia bisa menghukum,

namun mendahulukan rahmat-Nya.


Bahkan doa dari hati yang paling berdosa pun

tak ditutup-Nya.

Langit tak pernah lelah menampung rintihan

hamba yang kembali.


Cinta-Nya tak menuntut sempurna,

cukup seberkas niat untuk pulang,

dan pintu-Nya tak pernah tertutup.


Inilah cinta yang tak bisa dibandingkan:

luasnya melampaui samudra,

dalamnya tak terselami akal manusia.

Cinta yang tak pernah bosan menunggu,

meski sering dilupakan.


Dan kepada cinta seperti itulah,

jiwa ini kembali bersujud,

bukan karena takut siksa-Nya,


tapi karena rindu akan pelukan rahmat-Nya.


Keajaiban cinta

oleh Fian Amrullah Darmawan


Cinta,
adalah mata air dari langit,
yang menetes ke hati-hati kering dan sunyi,
mengubah lemah menjadi daya,
malas menjadi bara yang menyala.

Cinta,
tak tampak di mata, tapi terasa di dada,
mengalirkan semangat dari hal-hal sederhana:
tatapan penuh harap,
doa di antara diam,
peluk yang menguatkan jiwa yang hampir tenggelam.

Ketika sedih menghampiri,
cinta menjelma senyuman tanpa pamrih,
ia tak menghapus luka,
tapi membuat luka tak lagi sendirian.

Cinta,
mengajarkan santun tanpa merasa hina,
lemah lembut tanpa kehilangan harga,
mengalah bukan berarti kalah—
melainkan memberi ruang bagi cahaya menang tanpa melukai.

Itulah keajaiban cinta:
ia tak mengubah dunia,
tapi mengubah cara kita memandang dunia.
Dan dari situlah,
segala hal menjadi mungkin.


Senin, 23 Juni 2025

Perang modern

 Esai

Perang dan Egosentris Manusia: Runtuhnya Peradaban Tanpa Kebaikan


Sejak zaman purba hingga era modern yang sarat teknologi, perang tak pernah absen dari jejak langkah umat manusia. Perang menjadi lembaran kelam yang terus berulang dalam sejarah, mencerminkan sisi tergelap dari naluri manusia: dorongan untuk menaklukkan, mendominasi, dan membenarkan kekuasaan dengan kekerasan. Di balik kilatan pedang zaman dulu hingga dentuman senjata canggih hari ini, terdapat benang merah yang sama—egosentrisme manusia yang mengabaikan empat pilar hakiki dalam membangun kehidupan: kebaikan, kebenaran, kebijaksanaan, dan keindahan.


Peradaban besar seperti Mesir Kuno, Yunani, Romawi, hingga Babilonia pernah berdiri megah, menjadi pusat ilmu, budaya, dan sistem pemerintahan yang kompleks. Namun pada akhirnya, banyak dari mereka tumbang bukan karena alam yang murka, melainkan karena manusia yang mengkhianati nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Ego pemimpin, kerakusan ekspansi, serta pengkhianatan terhadap nilai luhur menjadi racun yang meruntuhkan bangunan megah peradaban.


Perang bukanlah semata pertarungan senjata, tapi juga pertarungan narasi: siapa yang berhak hidup, siapa yang layak berkuasa, dan siapa yang harus dikorbankan. Dalam perang, manusia seringkali kehilangan martabatnya. Anak-anak menjadi yatim, wanita diperkosa, budaya dibumihanguskan. Apakah ini hasil dari akal budi manusia yang katanya makhluk paling sempurna?


Jawabannya terletak pada hilangnya keseimbangan antara akal dan hati. Kebaikan dikesampingkan demi ambisi. Kebenaran diputarbalikkan oleh propaganda. Kebijaksanaan digantikan nafsu berkuasa. Dan keindahan—yang seharusnya menjadi napas peradaban—terkubur oleh puing-puing bangunan yang dibom.


Manusia kerap membangun peradaban dengan tangannya sendiri, namun juga menghancurkannya dengan tangan yang sama. Seolah lupa bahwa kekuasaan tanpa nilai akan melahirkan kekosongan. Perang hanya menjadi siklus destruktif jika tak disertai evaluasi moral dan spiritual yang dalam.


Kini, di tengah dunia yang katanya "maju", perang tetap menjadi alat untuk mempertahankan dominasi. Namun apakah kita akan terus mengulang tragedi yang sama? Atau sudah saatnya membangun peradaban baru dengan fondasi kebaikan yang universal, kebenaran yang adil, kebijaksanaan yang luhur, dan keindahan yang memuliakan hidup?


Jika manusia gagal belajar dari sejarah, maka kita tak sedang hidup dalam kemajuan, tapi hanya berputar dalam lingkaran kehancuran yang dibung

kus teknologi.

Minggu, 22 Juni 2025

Tafsir Sunyi Waktu

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Di sunyi waktu aku duduk sendiri,

menghitung detik yang tak pernah kembali.

Tuhan memberiku satu hari,

dua puluh empat jam,

seribu arah untuk kuisi.


Namun waktu bukan sekadar angka,

ia adalah makna yang tersembunyi dalam pilihan:

antara ibadah atau kelalaian,

antara cahaya atau kabut kebiasaan.


Ada yang menjadikannya tangga ke langit,

berdiri dalam qiyam di sepertiga akhir,

mengangkat harap dalam bisik dzikir—

sementara yang lain,

terlelap dalam buaian dunia,

hingga lupa caranya pulang.


Tuhan bersumpah demi masa,

karena masa adalah misteri dan ujian.

Ia tak berpihak pada siapa pun,

namun merekam siapa yang patut dikenang

dan siapa yang hilang tanpa kesan.


Sunyi waktu adalah tafsir jiwaku,

tentang hari-hari yang lewat tanpa syukur,

tentang jam-jam yang kupakai untuk hal sia-sia,

dan tentang detik-detik yang menunggu

untuk kutebus dengan makna.


Hari ini belum terlambat,

selama nafas masih mengalir dalam dada—

maka biarlah waktu ini kutafsirkan

dengan amal, dengan doa,

da

n dengan cinta yang kembali pada-Nya.

Sabtu, 21 Juni 2025

Satu Hari, Seribu Pilihan

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Tuhan menitipkan 1x24 jam pada setiap jiwa,

tak ada yang lebih, tak ada yang kurang.

Sama rata, sama adil—

namun hasilnya tak pernah serupa.


Ada yang pagi hingga senja

menanam amal di ladang kerja,

sujud dalam diam,

menyeka peluh dengan dzikir yang dalam.


Ada yang sibuk menumpuk dunia,

rumah bertingkat, mobil berjajar—

namun hati kering seperti padang tak tersentuh hujan.


Dan ada yang…

terlena dalam gulita waktu kosong,

tergelincir oleh arus kelalaian,

hingga ia lupa bahwa detik-detik itu

adalah surat panggilan menuju keabadian.


Waktu tak pernah menunggu,

ia hanya berjalan,

dan mencatat setiap langkah,

dengan tinta yang tak bisa dihapus.

Jumat, 20 Juni 2025

Lorong waktu

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Di lorong waktu aku berjalan,

melewati detik-detik yang tak bisa ditarik kembali,

setiap langkahku adalah sejarah,

setiap hembus nafasku adalah saksi.


Waktu—makhluk tanpa suara,

namun Allah bersumpah atasnya:

“Demi masa, sungguh manusia benar-benar dalam kerugian...”

Kecuali mereka yang beriman,

berbuat baik,

menasihati dalam kebenaran,

dan kesabaran.


Di lorong itu,

kupandangi diriku yang dulu—

penuh angan,

lambat belajar,

kadang alpa mengingat tujuan.


Kini aku tahu,

bahwa waktu bukan hanya angka,

tapi cermin jiwa,

yang akan memudar bila tak dipoles doa.


Waktu tak pernah kembali,

tapi bisa diberkahi,

jika setiap detiknya

kuisi dengan amal dan arti.


Ya Allah, tuntun aku di lorong waktu-Mu,

agar langkah ini menuju cahaya,

bukan hanya jejak fana,

tapi bekal kekal selamanya.

Rabu, 18 Juni 2025

True promise lV

 Esai

Ujian Janji Suci dan Kesetiaan Hati

Setiap janji yang suci akan diuji.

Bukan untuk melemahkannya, tapi untuk menguatkan akar-akarnya.

Sebab cinta bukanlah taman yang selalu bermekaran, tapi ladang yang harus digarap, bahkan saat hujan tak kunjung turun.


Ada masa ketika kata “aku cinta padamu” menjadi sunyi.

Bukan karena cinta hilang, tapi karena dunia meminta lebih banyak diam daripada bicara.

Ada masa ketika dua hati saling menjauh, bukan karena tak saling rindu, tapi karena masing-masing sedang berperang dengan luka dan kelelahan yang tak terlihat.


Di titik itulah, kesetiaan bicara.

Kesetiaan bukan sekadar tidak berpaling pada yang lain.

Ia adalah keteguhan untuk tetap tinggal, meski pintu-pintu pelarian tampak lebih mudah.

Ia adalah pilihan untuk terus menggenggam tangan yang sama, bahkan ketika tangan itu gemetar, basah oleh air mata atau tertutup debu perjalanan.


Ujian itu bisa datang dalam bentuk sepi yang panjang, perbedaan yang tak habis-habis, atau godaan dari luar yang tampak lebih memikat. Tapi kesetiaan bukan soal tidak tergoda. Ia soal kemampuan untuk kembali—selalu kembali—pada janji pertama, pada suara hati yang pernah bersaksi bahwa “engkaulah tempatku pulang”.


Janji suci akan diuji oleh waktu, oleh keadaan, dan oleh kita sendiri. Tapi barang siapa yang tetap teguh dalam badai, ia akan melihat: cinta yang diuji dan bertahan, jauh lebih indah dari cinta yang tak pernah diuji.


Karena di balik kesetiaan, ada kemurnian jiwa.

Dan di situlah Tuhan menyisipkan keberkahan yang tak bisa dibeli denga

n apa pun di dunia.

Selasa, 17 Juni 2025

Janji suci lll

Esai

Menjaga Cinta dan Kasih Sayang dalam Janji Suci

Cinta, pada mulanya, adalah getar yang halus.

Ia menyentuh hati seperti embun pagi yang jatuh di kelopak bunga.

Namun setelah janji suci diikrarkan, cinta berubah bentuk—dari getar menjadi tanggung jawab, dari rasa menjadi kesetiaan, dari bunga menjadi pohon yang akarnya harus dijaga.


Kasih sayang adalah mata airnya. Tanpa itu, cinta hanya akan menjadi ruang kosong yang bergema oleh harapan yang tak pernah pulang. Dalam kehidupan bersama, kasih sayang bukan hanya soal pelukan atau kata manis, tapi tentang bagaimana kita tetap saling memanusiakan—meski sedang lelah, meski berbeda pandangan, meski dunia tak selalu ramah.


Janji suci tidak menjanjikan kebahagiaan tanpa luka. Ia hanya menjadi jembatan, agar dua hati tidak mudah jatuh ke jurang keegoisan. Maka menjaga cinta bukan soal bagaimana agar rasa itu tetap membara, tapi bagaimana menyiramnya dengan sabar, dengan pengertian, dan doa yang tak pernah putus.


Kadang cinta terasa hambar, kadang kasih sayang digerus waktu. Tapi saat kita memilih untuk tetap hadir, tetap mendengarkan, tetap memeluk meski sedang luka—di situlah janji suci menemukan maknanya yang sejati.


Cinta sejati bukan cinta yang tak pernah pudar,

tapi cinta yang tetap dirawat, meski cahayanya tak lagi terang.

Karena sesungguhnya, cinta bukan sekadar perasaan,

ia adalah keputusan yang diperbarui setiap hari.


Dan siapa pun yang menjaga anugerah itu, sedang menjaga cahaya Tuhan di dalam rumahnya.

Senin, 16 Juni 2025

Janji Suci — ll

Esai

 Awal dari Sebuah Niat Mulia

Ada yang lebih dalam dari sekadar kata-kata manis yang dilafazkan di hadapan saksi. Ada yang lebih agung dari sekadar cincin yang melingkar di jari manis. Janji suci adalah gema dari suara hati yang telah memilih untuk tidak lagi berjalan sendiri. Ia adalah niat yang dipatrikan dalam kesadaran penuh bahwa cinta sejati tidak tumbuh dari gairah yang sesaat, melainkan dari tekad untuk terus mencintai, bahkan saat rasa tak lagi berbunga.


Janji suci bukan milik lidah, ia milik jiwa.

Ia bukan seremoni semata, melainkan sebuah keputusan batin:

"Aku akan ada untukmu, bukan hanya saat langit cerah, tapi juga ketika hujan mengguyur deras."


Di dalam janji suci, manusia menghadirkan Tuhan sebagai saksi. Sebab cinta, sejatinya, bukan hanya tentang dua insan. Ia adalah ruang tempat kasih sayang, kejujuran, dan pengorbanan diuji hari demi hari. Bukan selalu dengan tawa, tapi juga dengan air mata. Dan mereka yang mampu bertahan, bukan karena tidak pernah lelah, melainkan karena mereka memilih untuk tetap setia pada janji—bukan pada rasa yang berubah-ubah.


Janji suci adalah perahu yang dibangun di tengah laut kehidupan. Angin akan datang, badai mungkin menyapa. Tapi jika dua hati mengayuh bersama, sambil mengingat mengapa mereka berlayar, maka pelayaran itu akan sampai—bukan hanya ke pantai, tapi ke tempat di mana cinta menemukan keabadiannya.


Dan bukankah janji yang demikian, adalah bagian dari anugerah Tuhan yang harus dijaga dengan pen

uh hormat?


Minggu, 15 Juni 2025

Janji suci l

 Esai

Setiap manusia dianugerahi rasa cinta dan kasih sayang yang harus dijaga kemurniannya "

Dengan perjuangan serta doa yang tulus kepada Tuhan yang maha cinta .

Sabtu, 14 Juni 2025

Misliding konsep

 Esai 

Sebenernya apa sih hidup ini?

Bagi saya hidup adalah ketepatan hidupku dihadapan Tuhan, soal pencapaian adalah relatifitas yang dikonsepkan oleh manusia ".

Karena kelak apapun sistem nilai materiil tidak akan laku di loket surga ,kecuali sistem asemling diri yg bermuatan cinta kasih serta ketaan kepada konsep tuhan.

Kehebatan,pangkat ,jabatan, kepintaran itu semua pinjaman dari kemurahan Tuhan, harta kekayaan juga titipan ,kecuali diperdaya gunakan untuk kemaslahatan bersama,untuk menolong yg tidak mampu sebagai manifestasi cinta kasih tuhan itu sendiri,itu yg bernilai akhirat.

Refleksi

 Jeda puisi "

Esai

Hidup itu bukan tentang memiliki segalanya,tapi tentang mensyukuri segalanya.

Jumat, 13 Juni 2025

Roda kehidupan dunia

Esai

Pengembara yang telah mengarungi berpuluh puluh abad perjalanan hidup memberi tau padaku bahwa dalam kehidupan disediakan tiga kendaraan jalan cinta"


Satu kepedihan

Dua kejayaan 

Tiga sunyi 


Pilih lah salah satu sebagai kendaraan untuk menuju puncak kehidupan semesta .

Kamis, 12 Juni 2025

Ketulusan Ini Akan Jadi Saksi, Saat Aku Meminta Restu untuk Memilikimu

 Bagiaan terahir kumpulan puisi cintaku

oleh Fian Amrullah Darmawan



Bukan bunga yang kupetik di taman

bukan kata manis yang kutata penuh drama,

melainkan ketulusan yang diam-diam kujaga

dalam tiap sujud panjang

dan langkah yang kadang terseok karena ragu.


Aku akan datang,

bukan sebagai pangeran yang sempurna,

tapi sebagai laki-laki biasa

yang telah lama melatih dirinya

untuk cukup dewasa mencintai dengan tanggung jawab.


Di hadapan orang tuamu nanti,

aku tak akan banyak bicara,

karena cinta yang paling sejati

tak butuh banyak kalimat—cukup restu

dan nama yang terucap dalam ijab penuh haru.


Ketulusan ini akan jadi saksi,

bahwa aku tidak hanya ingin memilikimu,

tapi juga siap menggandengmu

melintasi hujan, panas, dan badai rumah tangga.


Dan jika Tuhan mengizinkan,

aku akan menjagamu,

bukan hanya sebagai kekasih yang halal,

tapi juga sebagai amanah yang kupeluk dengan rasa syukur

hingga ujung napas terakhir.

Rabu, 11 Juni 2025

Jika Tuhan Menyuruhku Menunggu, Aku Akan Menunggu Tanpa Bertanya Kapan

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Jika semesta belum mengizinkan,

maka aku akan diam

tanpa menyalahkan waktu,

tanpa memaksa takdir berjalan lebih cepat dari doa-doaku.


Aku telah belajar

bahwa cinta bukan tentang siapa yang tercepat,

melainkan siapa yang paling taat

dalam menjaga perasaan tanpa melukai.


Tuhan tahu rinduku tak pernah padam,

tapi aku yakin,

Dia lebih tahu kapan waktu terbaik

untuk mempertemukan kita

dalam keadaan yang paling layak.


Aku tidak bertanya kapan,

karena setiap kali aku berdoa,

aku juga belajar menundukkan ego—

untuk tidak menyeret namamu dalam gelisah

yang bisa membuatmu lelah bahkan sebelum kita bersatu.


Jika Tuhan menyuruhku menunggu,

aku akan menunggu,

sambil memperbaiki diri,

sambil menyiapkan rumah yang tidak hanya beratap,

tapi juga penuh sakinah dan ridha-Nya.


Dan bila akhirnya kita bersua dalam satu akad,

aku tahu,

segala penantian ini bukan sia-sia—

melainkan jalan sunyi

menuju cinta yang dirahmati semesta.

Aku Menyebut Namamu di Setiap Sepertiga Malam, Tanpa Pernah Lelah

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Di saat dunia terlelap,

dan suara pun enggan bernyanyi,

aku terjaga—bukan karena gelisah,

tapi karena rindu yang kupeluk dalam doa.


Aku tak pernah menyapamu dengan rayuan,

tapi setiap sepertiga malam

namamu kuselipkan pelan

di antara zikir dan tangis yang kusembunyikan.


Tuhanku,

jika Engkau izinkan aku mencintainya,

maka cukupkanlah langkahku untuk menjemputnya.

Jika tidak,

tenangkan aku dalam kerelaan,

dan kuatkan aku agar tidak menghancurkan dirinya

dengan keinginan yang tak Kau ridai.


Aku tak tahu bagaimana takdir akan berpihak,

tapi aku tahu,

tak ada cinta yang lebih luhur

selain yang disampaikan dalam diam kepada-Mu.


Aku menyebut namanya,

bukan agar dia segera datang,

tapi agar aku menjadi pribadi yang pantas

menjadi tempa

t dia berlabuh dengan tenang.

Selasa, 10 Juni 2025

Negeriku kaya dan indah

Mana ada negri sekaya dan seindah negriku??

Negeriku kaya,

Bukan cuma emas di tanah

Tapi juga zamrud di lautan

dan napas hutan hujan yang menyejukkan dunia


Tapi kuasa itu candu

Pemimpinnya ingin lama berkuasa

Maka digandenglah oligarki

dibagilah ijin tambang, konsesi, konsorsium


Atas nama pembangunan

hutan dijadikan angka

laut jadi grafik ekspor


Kini Raja Ampat tak lagi suci

digali nikel dari kedalaman mimpi


Dunia terpana pada indahnya Indonesia

tapi kita malah menjualnya

dengan tangan kita sendiri.

Senin, 09 Juni 2025

Cintaku Bukan Tentang Hari Ini, Tapi Tentang Masa Depan yang Ingin Kutata Bersamamu

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Hari ini aku mencintaimu,

bukan karena kau cantik di mata,

tapi karena aku bisa membayangkan

kau ada dalam tiap rencana masa depanku.


Aku tidak berhenti pada degup jantung saat melihatmu,

aku berpikir jauh ke depan—

tentang siapa yang akan menemani anak kita tidur,

siapa yang akan duduk di meja makan

saat rambutku mulai memutih perlahan.


Cintaku bukan bunga yang cepat layu,

ia akar yang kutanam dalam-dalam

dengan harapan suatu hari nanti

akan tumbuh menjadi rumah

yang menaungi doa dan cita-cita kita bersama.


Aku tak sedang mencari pasangan jalan-jalan,

aku mencari teman seumur hidup

yang bisa kugandeng saat dunia menghempas,

yang tetap bertahan saat senyum tak mudah dibagi.


Aku mencintaimu bukan karena hari ini indah,

tapi karena aku ingin besok kita tetap bersama

meski dunia tak lagi ramah,

dan 

waktu telah menua segalanya.

Minggu, 08 Juni 2025

Jika Aku Harus Tertatih, Aku Tetap Akan Datang untuk Meminangmu

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Jika harus merangkak di antara luka dan letih,

maka akan kulakukan—

asalkan langkahku berakhir

di hadapan keluargamu,

membawa niat yang tak pernah goyah

sejak pertama namamu tinggal di dadaku.


Aku bukan pangeran dengan kuda putih,

hanya lelaki yang berusaha menegakkan punggung

meski bebannya kadang terlalu berat.

Bukan untuk gagah-gagahan,

tapi agar aku pantas

menyebut namamu dalam akad yang sah.


Jika semua pintu harus kutok satu per satu,

aku akan mengetuknya,

karena tidak ada malu

dalam cinta yang dijalani dengan tanggung jawab.


Aku mungkin tidak datang dengan kemewahan,

tapi aku datang dengan kehendak,

yang dibakar oleh doa,

dan disiram oleh kesungguhan hati.


Jika aku harus tertatih,

biarlah—

asalkan ujung langkahku

adalah kamu yang tersenyum

dengan tangan ayahmu merestui

dan tangan ibumu menghapus air mata haru.

Sabtu, 07 Juni 2025

Jangan Kau Takut pada Masa Depan, Aku Sedang Memperjuangkan Kita

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Aku tahu,

masa depan adalah sesuatu yang menakutkan

bagi hati yang pernah dikecewakan,

bagi jiwa yang pernah dikhianati janji.


Tapi dengarkan aku sekali ini saja,

aku bukan datang membawa janji manis

atau impian-impian tinggi yang tak bisa kucapai.

Aku datang membawa niat,

dan niat itu sudah lama tinggal di dadaku

sejak pertama aku mengenal tatapanmu.


Kita mungkin tak punya peta pasti,

tapi aku membawa kompas:

ia bernama tekad,

dan kutopang dengan doa yang tak pernah putus.


Aku bekerja bukan untuk memperkaya diri,

tapi untuk membangun jalan pulang

menuju rumah yang kelak kita isi bersama.

Aku menabung bukan hanya uang,

tapi juga keberanian

untuk melamarmu dengan terhormat.


Jangan kau takut pada masa depan,

karena aku sedang memperjuangkan kita—

dalam diam, dalam lelah,

dalam sepi 

yang tak pernah kusinggungkan.

Malu Berdoa

 Fian Amrullah Darmawan 


Cukup,

rasa syukurku sajalah yang menjelma doa

dan sabarku — meski sering bocor — jadi aminnya.


Terlalu banyak sudah yang Kau beri,

sementara aku masih berkutat

dalam lumpur dosa yang tak pernah benar-benar kering.


Aku malu,

seperti pengemis yang sudah kenyang

tapi masih menadahkan tangan

minta lauk tambahan pada Tuan yang tak pernah menolak.


Kadang,

aku ingin ajukan permintaan —

daftar panjang harapan,

seperti ibu-ibu kalap di pasar modern,

isi troli penuh,

tagihan di kasir membuat malaikat mencatat sambil geleng-geleng kepala.


Tuhan,

tak lelahkah Kau mendengarku,

padahal aku sendiri jarang benar-benar mendengarMu?


Maka biarlah diamku malam ini jadi zikir,

dan rasa malu ini,

semoga Kau pahami —

sebagai cinta dalam bentuk yang paling jujur.

Jumat, 06 Juni 2025

Aku Tak Mampu Menjanjikan Surga, Tapi Aku Akan Menuntun dalam Doa

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Aku ini hanya laki-laki biasa,

yang tak punya apa-apa

selain keyakinan dalam dada

dan cinta yang tak pernah berani meminta lebih dari takdir.


Aku tak mampu menjanjikan surga

yang kata orang penuh kemewahan,

tapi aku ingin menuntunmu

menuju jalan yang membuat kita sama-sama layak mencium lantai surga.


Jika kelak kita bersanding,

izinkan aku mengajakmu

membuka hari dengan doa,

menutup malam dengan istighfar.


Kita tak perlu rumah megah,

cukup ada sajadah yang kita bentangkan bersama.

Kita tak perlu dunia dalam genggaman,

cukup ada langit yang kita pandang dalam satu arah.


Aku tak menjanjikan apa-apa,

selain diriku sendiri—

yang akan tetap berdiri,

meski dunia menghina,

meski hidup tak selalu berpihak.


Karena cinta ini bukan ambisi,

tapi amanah.

Dan aku ingin menjaganya,

dengan doa yang tak putus,


dan cinta yang tak lekas usang.

Kamis, 05 Juni 2025

Hari raya kurban

 Qurban: Jalan Mendekat"


Qurban

bukan sekadar sembelih daging

melainkan sembelih ego yang membelenggu

Ia adalah jembatan sunyi

dari yang sudah dekat—menjadi lebih dekat,

lebih lekat, lebih tunduk pada cinta Sang Pencipta.


Sebilah pisau di tangan Ibrahim

adalah gugur diri dalam percaya

Ismail bukan hanya anak—

ia adalah cermin pengorbanan tertinggi

Rabu, 04 Juni 2025

Cinta Ini Tak Sekadar Rindu, Tapi Juga Ikhtiar Tanpa Henti

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Rinduku padanya

tak cukup hanya kubawa dalam diam,

karena cinta yang sejati

menuntut langkah, bukan sekadar lamunan.


Aku berjalan,

meski jalanku lambat.

Aku bekerja,

meski hasilku tak seberapa.

Aku berdoa,

meski malam kadang dingin dan panjang.


Cinta ini bukan sekadar kata-kata

yang kutulis di layar sunyi,

tapi keringat dan lelah yang kutahan

demi satu senyum yang tak pernah kulihat

tanpa rasa bersalah.


Setiap pagi aku menatap langit

bukan hanya untuk memohon,

tapi juga untuk mengingatkan diriku sendiri:

aku punya alasan kuat untuk bangkit.


Rinduku,

tak pernah kubiarkan jadi beban untuknya.

Biarlah jadi bahan bakar

yang membuatku bertahan,

untuk menjadi lelaki yang pantas

menyebut namanya dalam janji.

Kata hati

 Cinta Kata Hati, Mencintai Kata Kerja


Kata kakek di sore yang sunyi,

"Cinta itu diam, tapi mencintai harus bergerak."

Aku tak langsung mengerti—

hingga hidup sendiri yang mengajari dengan pelan-pelan,

dan luka yang mengajar tanpa suara.


Cinta, katanya,

adalah keadaan di dalam hati—

tenang, teduh, tak selalu bicara.

Ia hadir seperti doa yang tak terucap,

tapi terasa dalam setiap tarikan napas.


Namun mencintai,

adalah perbuatan yang menyentuh dunia.

Ia memudahkan, bukan menyulitkan.

Ia memberi, bukan meminta balasan.

Ia menghidupkan, bukan mengekang.


Aku pun bertanya,

"Apakah cinta harus berkorban?"

Kakek tersenyum,

“Bila kau merasa berkorban, mungkin hatimu belum cukup lapang.

Karena cinta yang sejati, tak pernah merasa kehilangan saat memberi."


Dan aku mengerti,

bahwa mencintai adalah jalan sunyi yang ramai oleh makna.

Bukan tentang siapa yang memiliki,

tapi siapa yang tetap mendoakan,

bahkan ketika tak lagi memiliki alasan.


Cinta itu bukan milik para pemilik,

tapi milik mereka yang memilih setia tanpa sorotan.

Yang tak lelah mencintai,

meski tak selalu dicintai kembali.

Selasa, 03 Juni 2025

Tuhanku, Bila Dia Takdirku, Kuatkan Aku untuk Menjemputnya

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Tuhanku,

aku tak ingin mendahului rencana-Mu

dengan ambisi atau ketakutan.

Aku hanya ingin mencintai

dalam batas yang Kau ridai,

dan menjemputnya dengan cara

yang Engkau berkahi.


Jika benar dia adalah tulang rusuk

yang Kau ciptakan untuk lenganku,

maka kuatkan hatiku

untuk bersabar sampai waktunya.


Berilah aku rizki yang cukup,

hati yang teguh,

dan iman yang tak goyah

untuk menjadikannya sah di hadapan-Mu.


Aku tidak meminta dia mencintaiku dulu,

aku hanya memohon,

agar aku menjadi lelaki

yang pantas mencintainya

dengan penuh tanggung jawab dan kehormatan.


Tuhanku,

jika dia takdir yang Kau pilihkan,

maka izinkan aku menjemputnya

dengan langkah yang Kau tuntun sendiri.

Jika bukan,

maka jangan biarkan aku terlalu dalam mencintai,

hingga lupa caraku pulang.

Senin, 02 Juni 2025

Aku Menyimpan Harapan Seperti Menyimpan Doa di Sudut Terdalam Malam

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Tak pernah aku menyuarakan terlalu keras,

karena harapan, bagiku,

adalah doa yang tumbuh dalam diam.

Aku simpan namamu

di antara detik-detik sepi yang menua,

dalam sunyi yang hanya Tuhan dan aku yang tahu.


Bukan karena aku takut kecewa,

tapi karena aku percaya

bahwa harapan yang tulus

tak butuh sorak,

hanya butuh langit yang mendengar

dan bumi yang mengizinkan.


Aku menuliskanmu

dalam bait-bait yang kubacakan di sepertiga malam,

seperti menulis takdir yang belum pasti

dengan keyakinan yang pasti.


Jika kelak kau tahu,

bahwa aku pernah menyimpan namamu

begitu dalam dan rapat,

semoga kau tahu juga

aku menyimpannya bukan karena aku lemah,

tapi karena aku menjaga—

dan cinta yang dijaga,

adalah cinta yang tak mudah padam.

Jeda puisi

 Dalam penulisan ini, ad waktu dimana penulisan tertunda karena ide yang akan ditulis belum rampung 

Minggu, 01 Juni 2025

Jika Kelak Aku Tak Sampai, Ingatlah Aku Pernah Mencintaimu Dengan Sepenuh Jiwa

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Jika kelak langkahku tak pernah menjejak di pelaminan bersamamu,

jika wajahku hanya tinggal bayang di balik kisah hidupmu,

jika tangan ini tak pernah jadi yang menggenggammu di akhir pencarianmu—

maka ingatlah satu hal:

aku pernah mencintaimu,

dengan sepenuh jiwa

yang tak sempat kau lihat.


Aku bukan pria istimewa,

hanya laki-laki biasa

yang tak mampu menjanjikan dunia,

tapi bersumpah di dalam hati

untuk selalu menginginkan kebaikanmu

meski bukan bersamaku.


Aku mungkin kalah oleh waktu,

oleh keadaan,

oleh jalan hidup yang tak berpihak.

Tapi aku tak pernah kalah dalam mencintaimu,

sebab aku mencintaimu

tanpa syarat,

Sabtu, 31 Mei 2025

Doa Adalah Cara Terhalus untuk Memelukmu

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Aku tak bisa menyentuhmu,

karena adabku lebih tinggi dari rinduku.

Aku tak bisa menggenggammu,

karena cintaku lebih dalam dari sekadar genggaman.


Tapi aku bisa memelukmu,

dengan cara yang tak akan kau lihat—

lewat doa yang kutitipkan setiap malam,

di antara zikir yang tak pernah kau dengar.


Doa adalah pelukan paling tulus

dari lelaki yang menjaga jarak,

tapi tidak pernah menjauhkan rasa.


Aku peluk hatimu

saat kau tak sanggup berdiri.

Aku peluk lelahmu

saat dunia terlalu riuh.

Aku peluk langkahmu

agar selalu diberi arah yang tenang.


Kau mungkin tak tahu

seberapa sering namamu kusebut

dalam percakapan rahasia

antara aku dan Tuhan.


Dan jika suatu hari nanti

kau bahagia,

tanpa tahu siapa yang paling sering memelukmu dalam doa—

tak mengapa.

Sebab cinta seperti itu

memang tak butuh pengakuan,

hanya keikhlasan.


Karena dalam dunia para pecinta,

tak semua peluk harus nyata.

Kadang, cukup dengan doa

yang tak pernah henti

m

engiringi langkahmu,

meski dari kejauhan.

Jumat, 30 Mei 2025

Mencintaimu Adalah Belajar Ikhlas Tanpa Akhir

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Mencintaimu,

adalah sekolah tanpa kelulusan.

Setiap hari, aku belajar hal yang sama:

ikhlas,

dan lebih ikhlas lagi.


Aku tak tahu,

apakah cinta ini akan bersambut,

atau hanya menjadi sunyi yang abadi.

Tapi aku tahu satu hal—

perasaanku ini bukan sekadar harap,

tapi tekad untuk tetap baik,

meski tak digenggam oleh tanganmu.


Aku pernah berharap kau membalas tatap,

pernah ingin kau tahu rasaku seutuhnya.

Tapi waktu mengajarkanku,

bahwa mencintaimu tak harus memiliki.

Yang penting:

aku tak menyakitimu,

tak memaksamu,

dan tak berhenti mendoakanmu.


Maka aku menulis namamu

di dalam setiap sujud,

di sela-sela kesibukan dunia,

dan di barisan paling sunyi dalam hatiku.


Bukan untuk menuntut,

tapi sebagai cara

agar aku tidak kehilangan arah

di tengah dunia yang mudah membuat orang menyerah.


Mencintaimu adalah pelajaran panjang

tentang bagaimana menahan,

melepas,

dan tetap berharap—

tanpa mengikatmu dengan apa pun,

selain restu dari langit.

Kamis, 29 Mei 2025

Rindu Tak Harus Bertemu, Tapi Harus Diperjuangkan

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Rindu ini bukan sekadar rasa,

ia adalah arah.

Seperti jarum kompas yang selalu menunjukmu,

meski badai menghantam,

meski jarak berubah menjadi dinding yang tinggi.


Aku tidak memaksa untuk bertemu,

karena cinta yang dipaksa

akan gugur seperti bunga sebelum mekar.

Tapi aku takkan diam—

karena rindu yang hanya disimpan

bisa membusuk jadi luka.


Maka aku memilih langkah,

meski tertatih.

Aku memilih sabar,

meski hari-hari terasa sepi.

Aku memilih berjuang,

meski dunia bilang aku terlalu biasa untuk mimpi sebesar dirimu.


Aku tahu,

mungkin kau tak tahu aku sedang menuju.

Tapi biarlah semesta yang mencatat

bahwa ada satu lelaki

yang tidak menjadikan rindu sebagai alasan meratap,

tapi sebagai semangat untuk bangkit setiap pagi

dan memperbaiki dirinya—

agar kelak saat takdir mengizinkan,

aku bisa menemuimu

bukan sebagai bayangan,

tapi sebagai kenyataan.


Karena bagiku,

rindu yang sejati tak harus selalu berte

mu,

tapi harus selalu diperjuangkan.

Kesabaran Adalah Mahar yang Tak Terlihat

oleh Fian Amrullah Darmawan



Tak ada yang tahu,

betapa lama aku menunggu,

dalam diam yang bahkan tak tercatat di kalender

atau dirayakan di momen-momen manis.


Kesabaran ini…

bukan sekadar menunda keinginan,

tapi melatih hati agar tak merusak harapan

dengan paksaan.


Aku tak bisa menyuguhkanmu emas berkilau,

tapi aku menyimpan sabar

yang setiap hari kutumbuhkan,

seperti menanam pohon di tanah gersang—

tak langsung terlihat,

tapi mengakar pelan-pelan.


Setiap kali ingin menyerah,

aku ingat:

ini bukan tentang seberapa cepat aku sampai,

tapi tentang apakah aku layak saat sampai nanti.


Kesabaran adalah mahar

yang tak dibungkus kotak perhiasan,

tapi terjaga di dalam dada

yang tak pernah berhenti berharap.


Dan jika kelak aku datang,

dengan tangan yang tak membawa dunia,

tapi hati yang penuh luka yang telah kupeluk dan kusembuhkan—

kau tahu, itu bukan kekalahan.

Itulah persembahan paling jujur

dari seorang laki-laki biasa

yang belajar menjadi luar biasa

karena mencintaimu dalam diam yang sabar.

Rabu, 28 Mei 2025

Aku Pernah Gagal Berkali-Kali, Tapi Tidak Pernah Gagal Mencintaimu

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Aku pernah gagal—

berkali-kali,

hingga malu rasanya menatap bayanganku sendiri.

Usaha yang kandas,

harapan yang retak,

dan mimpi yang jatuh satu per satu

seperti daun kering di ujung musim.


Tapi anehnya,

aku tak pernah gagal

mencintaimu.

Setiap pagi, rasa itu tetap hadir,

meski tanpa kepastian,

meski tanpa balasan.


Aku bisa salah dalam mengambil jalan,

keliru dalam langkah hidup,

tapi tidak pernah salah

dalam merindukanmu dari kejauhan

dengan hati yang masih utuh.


Mungkin dunia melihatku sebagai pecundang,

lelaki yang tak kunjung berhasil,

yang saldo rekeningnya masih malu untuk ditunjukkan.

Tapi aku tetap percaya,

bahwa keberhasilan terbesar

adalah ketika hati tak menyerah

untuk memperjuangkan seseorang yang disayangi

dalam doa, dalam karya, dalam setia.


Kalau suatu hari nanti

kau bertanya apa yang bisa kubanggakan—

aku akan menjawab:

“Tak banyak,

hanya satu:

aku mencintaimu,

dan tak pernah gagal untuk itu.”

Selasa, 27 Mei 2025

Kalau Bukan Aku yang Datang, Biarkan Aku Tetap Mendoakan

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Aku tidak pernah berhenti,

meski tak ada janji yang kau ikatkan padaku.

Tak ada kata cinta yang kau bisikkan,

tak ada genggaman tangan yang kau berikan.


Tapi aku tetap di sini,

mendoakanmu…

dalam sunyi yang bahkan tak kau dengar.


Setiap pagi,

kupinta pada Tuhan:

“Jaga dia, lindungi dia, sehatkan tubuh dan jiwanya.”

Karena mencintaimu

tak selalu harus datang membawa nama.

Kadang, cukup menyebut namamu dalam doa

tanpa kau tahu siapa yang menyebutnya.


Kalau suatu hari kau memilih jalan lain,

dan bukan aku yang kau tunggu di pelaminan—

tak apa.

Aku tetap akan bersyukur,

karena pernah mendoakan seseorang

dengan begitu tulus,

tanpa syarat,

tanpa imbalan.


Jika bukan aku yang datang,

biarlah namaku tetap hidup

dalam catatan langit

sebagai lelaki biasa

yang mencintaimu diam-diam,

tapi dengan penuh kesungguhan.


Karena cinta yang sejati,

bukan tentang siapa yang berhasil memiliki,

tapi tentang siapa yang tak pernah berhenti

mendoakan keselamatan orang yang dicintainya—

meski tak pernah bisa berjalan bersamanya.

Senin, 26 Mei 2025

Mahar Terindah: Janji untuk Tak Menyerah

oleh Fian Amrullah Darmawan



Andai mahar bisa berupa niat,

maka kuserahkan janji

untuk tak menyerah—

walau hidup kadang kejam,

dan cinta harus menunggu musim yang tepat.


Aku mungkin bukan pria dengan angka tinggi di rekening,

tapi aku menyimpan cadangan semangat

yang tak bisa dicetak mesin,

dan tekad yang tak bisa luntur meski hujan dunia datang bertubi.


Kamu tahu,

kadang aku ingin berhenti,

karena dunia tak selalu ramah pada lelaki biasa.

Tapi bayangan wajahmu di pelupuk mata

membuat langkahku kembali tegak.


Aku terus bekerja,

terus mencoba,

bukan hanya demi diriku sendiri—

tapi demi hari di mana aku bisa datang

dengan satu kalimat sederhana:

“Ini aku, lelaki yang tak banyak punya,

tapi tak pernah berhenti mencintai dan berjuang.”


Itulah maharku—

bukan kemewahan,

tapi keteguhan.

Bukan emas permata,

tapi sebuah janji:

aku tak akan menyerah

untuk membuatmu merasa layak dicinta

oleh l

elaki yang kau doakan dalam diammu.

Aku Tak Membawamu dalam Cerita Cinta, Tapi dalam Doa yang Panjang

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Kadang dalam gelap yang sunyi,

aku berdoa tak seperti penyair,

tapi seperti hamba yang kehilangan kata

kecuali satu:

"Tolong."


Ya Tuhanku...

jangan permalukan aku

di hadapan perempuan yang kucintai.

Jangan biarkan matanya kecewa,

karena aku tak cukup dunia

untuk membungkus niat yang tulus ini.


Aku memohon,

bukakan pintu langit selebar-lebarnya—

agar rezeki turun seperti hujan

yang tak hanya membasahi tanah,

tapi menyuburkan harapan kami.


Bukakan perut bumi,

agar dari dalamnya muncul jalan-jalan yang tak kusangka.

Dari arah manapun—

utara, selatan, barat, timur,

biarlah datang berkah

yang tak hanya menghidupi,

tapi juga menyatukan.


Aku tak pernah meminta wanita itu datang

dengan cinta yang instan,

aku hanya ingin,

jika waktunya tiba,

aku bisa menjemputnya

bukan dengan tangan kosong,

tapi dengan jiwa penuh kesungguhan.


Karena aku tahu,

doa dari lelaki biasa

mungkin tak mengguncang langit,

tapi bisa mengetuk hati Tuhan

yang Maha Tahu—

bahwa ini bukan soal cinta semata,

tapi soal niat

u

ntuk membangun hidup bersama

dalam ridha-Nya.

Minggu, 25 Mei 2025

Bukan Karena Tak Pantas, Tapi Belum Saatnya

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Aku pernah berdiri di ujung kalimat,

ingin mengucap:

"Aku mencintaimu."

Tapi lidahku tak mau bersekutu,

sebab waktu belum berpihak,

dan aku belum siap membawa namamu

dalam doa yang diucap terang-terangan.


Bukan karena aku merasa hina,

bukan pula karena kau terlalu tinggi—

tapi karena aku tahu,

cinta tanpa kesiapan

adalah luka yang sedang menyamar sebagai harapan.


Aku tak ingin menyentuhmu dengan janji,

kalau genggamanku masih gamang.

Tak ingin menatapmu dalam,

kalau masa depanku masih kabur.


Jadi kutahan,

kutundukkan hati saat ia ingin terbang.

Kubiarkan cinta ini tumbuh,

tanpa harus mendesakmu tahu.


Karena aku tahu,

rasa yang benar tak memaksa hadir,

ia menunggu waktu yang matang

seperti buah yang tak dipetik sebelum ranum.


Kelak, jika Tuhan mengizinkan,

aku akan datang.

Bukan sebagai angan,

tapi sebagai lelaki

yang tak sempurna—

namun siap menyempurnakan niatnya.


Karena cinta dari laki-laki biasa,

bukan soal pantas atau tidak,

tapi tentang

berani menunggu

hingga benar-benar waktunya.

Sabtu, 24 Mei 2025

Rencana-Rencana yang Kusimpan Sendiri

oleh; Fian Amrullah Darmawan



Aku pernah menabung harapan,

bukan di bank,

tapi di ruang-ruang sunyi dalam kepala.

Kucicil perlahan:

dari nama yang ingin kusandingkan,

hingga pintu rumah sederhana

yang ingin kubuka bersamamu.


Aku menata rencana,

sendiri—

karena belum waktunya kuceritakan pada siapa pun,

termasuk padamu.


Di sana ada daftar belanjaan sederhana:

beras, teh manis, dan piring dua.

Ada pula catatan kecil:

“peluk dia tiap pulang kerja,

dan jangan lupa cium keningnya sebelum tidur.”


Terdengar lucu mungkin,

tapi itu serius.

Karena cinta bagiku

bukan cuma ungkapan puitis,

tapi keputusan logis

yang lahir dari hati yang sadar dan siap.


Sayangnya,

semua rencana itu belum bisa kubagi,

karena jarak antara aku dan kamu

masih sebesar keyakinanmu yang belum tahu siapa aku.


Tapi tak apa.

Aku tetap menabung,

di celengan keyakinan,

bahwa bila tiba waktunya—

rencana-rencana ini akan menemukanmu

bukan sebagai kejutan,

tapi sebagai j

anji yang telah lama kusebut

dalam diam.

Doaku Diam, Tapi Langit Mendengarnya

 oleh ;Fian Amrullah Darmawan



Aku tak punya keberanian

untuk mengetuk pintumu,

bahkan untuk sekadar menyapa

dalam dunia yang terlalu ramai bagimu

dan terlalu sunyi bagiku.


Tapi aku punya langit,

yang tak pernah menertawai kegugupan,

yang mendengar tangis bahkan sebelum mata memerah.


Di situlah kusebut namamu,

tanpa embel-embel cinta,

tanpa tuntutan dimiliki,

hanya namamu,

lalu kulanjutkan dengan harap:

"Jaga dia, Tuhan... meski bukan aku yang mendampinginya."


Setiap malam,

doa-doa itu naik pelan

tanpa suara,

tapi aku yakin,

langit tak butuh volume tinggi untuk mengerti isi hati.


Aku tak menuntut kau datang.

Cukup kau bahagia,

itu saja sudah membuat lututku lemas dalam sujud yang syahdu.


Cinta lelaki biasa…

memang tak sekuat gempita,

tap

i doanya…

bisa menembus semesta.

Jumat, 23 Mei 2025

Kamu Tak Pernah Tahu, Tapi Aku Selalu Ingat

 oleh Fian Amrullah Darmawan


Kamu mungkin tak ingat

hari itu kau menyapa langit dengan senyum,

dan aku,

diam-diam menyapa hatiku yang bergetar.


Kamu mungkin tak sadar

kau pernah menjatuhkan helaian rambut

saat tertawa kecil karena temanku bercanda,

dan aku,

menunduk pelan, pura-pura mencari sesuatu

padahal cuma ingin melihatmu lebih lama.


Kamu tak pernah tahu

betapa detak jantungku berubah tempo

hanya karena namamu disebut orang.

Kamu tak pernah tahu

aku mengganti rute pulang

hanya untuk tak sengaja bertemu.


Tapi aku selalu ingat.

Detail kecil yang bagimu biasa saja,

bagiku adalah lembaran kenangan

yang tak pernah aus dimakan waktu.


Aku ingat,

meski kamu lupa.

Dan mungkin,

aku akan tetap mengingat—

meski selamanya hanya aku yang merasa.


Karena cinta dari lelaki biasa

kadang tak perlu terlihat dramatis,

cukup mengendap dalam ingatan

dan mene

tap...

tanpa harus meminta balasan.


Anjungan Tunai dan Hati yang Gusar

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Aku berdiri di depan mesin,

lampunya terang seperti menyorot isi dadaku.

Kupencet angka-angka

dengan jari yang sedikit gemetar,

bukan karena takut salah,

tapi karena takut kecewa.


Enam belas juta sekian.

Itu angka yang muncul—

seolah menertawakan mimpi yang terlalu tinggi

untuk seorang laki-laki biasa.


Aku terdiam lama.

Bertanya dalam hati:

“Dengan angka ini...

apa aku pantas datang ke ayahmu

membawa niat yang tulus tapi tak cukup?”


Kepalaku penuh hitung-hitungan,

tapi hatiku hanya dipenuhi satu hal:

kamu.


Bukan tentang pesta,

bukan soal gaun atau gedung megah,

tapi tentang ketulusan

yang ingin kupeluk erat dalam akad.


Tapi dunia tak selamanya mengerti ketulusan.

Ia butuh bukti,

dan kadang, bukti itu harus bisa dicairkan di mesin ATM.


Jadi aku pulang—

membawa langkah yang berat,

tapi membawa niat yang tetap utuh.


Karena mahar terbaik dari lelaki biasa

adalah kesungguhan

yang tak tercetak dalam struk,

tapi tercatat di langit

sebagai cinta yang jujur dan sabar.

Kamis, 22 Mei 2025

Surat yang Tak Pernah Kukirim

oleh: Fian Amrullah Darmawan



Aku pernah menulis surat,

tanpa nama penerima,

tanpa alamat yang kutahu benar.

Tapi isinya jelas:

tentangmu.


Kata demi kata kubangun

dari gundah yang tak sempat kusampaikan.

Dari rindu yang tak punya kaki

untuk berjalan sampai ke pelukmu.


Di dalamnya,

kutulis bagaimana tatapanmu

membuat hari-hariku lebih hidup dari biasanya.

Kuceritakan tentang degup yang selalu berubah ritme

setiap aku melihatmu dari kejauhan.


Tapi surat itu tak pernah kukirim.

Bukan karena tak sempat,

tapi karena aku sadar—

ada rasa yang cukup tumbuh dalam sunyi.

Ada cinta yang hanya ingin melihatmu bahagia,

bukan memilikinya.


Surat itu kusimpan,

bersama mimpi-mimpi kecil yang kugoreskan diam-diam.

Mungkin suatu hari akan kau temukan,

atau mungkin tidak pernah.

Dan itu tak mengapa.


Karena yang kutulis bukan untuk dibaca,

tapi untuk melegakan dada—

bahwa mencintaimu

pernah membuatku merasa cukup,

meski hanya lewat kata

yang tak pernah sampai padamu.

Tekhnologi batin menikmati dunia

 Oleh: Fian Amrullah Darmawan 


Manusia,

sebelum nafasnya terpisah dari raga,

andai ia punya satu gunung emas,

ia masih menginginkan dua.


Tak pernah cukup,

karena dunia bukan untuk dipuaskan—

melainkan untuk disyukuri,

dinikmati dengan hati yang mengerti.


Jika engkau punya banyak harta,

jangan biarkan hatimu tertawan.

Nikmati ia dengan berbagi,

sebab tangan yang memberi lebih tinggi dari tangan yang menerima.


Dan jika yang kau punya hanya sedikit,

temukan hikmah dalam setiap remah.

Sebab bahagia bukan soal jumlah,

tapi kedalaman rasa syukur yang tak pernah patah.


Inilah teknologi batin:

seni menikmati dunia dengan jiwa yang merdeka.

Melihat dunia,

namun tak tenggelam dalam cahayanya yang semu.


Jalan para pecinta bukan menolak dunia,

tapi memposisikannya sebagai alat—

untuk mencintai Allah,

dan memberi

 makna pada setiap langkah.


Rabu, 21 Mei 2025

Dalam Senyummu, Aku Tenggelam

 oleh Fian Amrullah Darmawan




Senyummu...

tidak panjang,

tidak juga dibuat-buat,

tapi cukup untuk membuat hariku utuh,

meski tanpa satu kata pun darimu.


Ada cahaya dalam lengkung bibirmu,

yang membuat mataku lupa berkedip,

dan dadaku lupa bernapas sejenak.

Seolah semesta merestui detik itu

hanya untuk aku memandangi

tanpa kau sadari.


Dalam senyummu,

aku tenggelam pelan-pelan

seperti ombak kecil yang memeluk pasir

tanpa membuat ribut.


Aku tahu,

senyummu bukan untukku saja,

mungkin untuk dunia yang kau sapa setiap pagi.

Tapi biarlah aku merasa,

bahwa sekali saja—

senyum itu mampir karena aku lewat.


Tak perlu balas menatap,

tak usah tahu aku di sini.

Cukup izinkan aku mencintai

dari tempat yang tak mengganggu langkahmu,

dari hati yang tak pernah meminta,

hanya merindu…

dalam diam yang dalam.

Selasa, 20 Mei 2025

Jatuh Bangun di Ujung Dunia

 Oleh: Fian Amrullah Darmawan 



Sepuluh tahun aku berlari,

mengejar dunia yang terus pergi.

Terpeleset di ambisi sendiri,

ditertawakan oleh ilusi.


Sudah di dunia —

namun tetap mengejarnya,

bagai bayangan yang tak pernah bisa kurengkuh

meski kutempuh siang dan malam tanpa lelah.


Dunia tak salah,

akulah yang lupa arah.

Akhirat menanti di ujung jalan,

tapi langkahku condong ke fatamorgana harapan.


Lalu Allah berfirman,

dalam lembut suara langit:

“Carilah akhirat dengan apa yang telah diberikan padamu,

jangan lupakan nasibmu di dunia...”


Tersentak aku dalam sunyi,

rupanya hidup bukan hanya mimpi.

Akhirat adalah tujuan hakiki,

namun dunia adalah ladang untuk mengabdi.


Kini kuatur kembali langkahku,

bukan untuk meninggalkan dunia,

tapi menundukkannya—

agar jadi jembatan menuju surga.

Ada Rasa yang Tak Punya Nyali oleh Fian Amrullah Darmawan

 


Ada rasa yang tumbuh,

tapi tak pernah berani menampakkan wujud.

Ia hanya duduk di sudut dada,

menanti waktu yang entah kapan datangnya.


Rasa ini...

tidak lantang,

tidak juga penakut,

tapi ia selalu kalah

ketika niat ingin mendekat

bertemu dengan takut yang lebih dulu menetap.


Bukan karena kau terlalu tinggi,

tapi karena aku terlalu kecil dalam menilai diri.

Bukan karena kau tak mungkin kucinta,

tapi karena aku tak punya cukup nyali untuk menyampaikannya.


Aku hanya lelaki biasa,

yang masih menghitung sisa uang setelah beli kopi sachet,

yang belum bisa membawamu ke restoran,

apalagi bicara masa depan.


Jadi kupilih diam.

Karena diam tak menyakitkan siapa pun.

Kupilih diam,

karena hanya dalam diam aku bisa menjagamu

tanpa membuatmu menjauh.


Dan kalaupun harus selamanya begini,

aku rela—

asal kau tet

ap bahagia.

Senin, 19 Mei 2025

Fatamorgana

 Sepuluh tahun terakhir,

aku jatuh bangun mengejar dunia.

Namun dunia malah menertawakanku —

sudah di dunia, tapi masih saja mengejarnya."


Harusnya aku mengejar akhirat.

Sebab Allah telah berfirman:

"Wa maa ataqallah darul aakhirah,

wa laa tansa nashiibaka minad-dun-yaa."

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu,

(kebahagiaan) negeri akhirat;

dan janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. (QS. Al-Qashash: 77)

Saat Nama Itu Jadi Doa oleh Fian Amrullah Darmawan

 


Awalnya hanya kagum,

sekilas pandang yang kuanggap akan hilang.

Namun nyatanya,

namamu menetap lebih lama

dari yang seharusnya.


Tak ada perkenalan,

tak ada obrolan,

hanya jarak dan waktu

yang tak henti menuliskanmu

di benak yang tak pernah selesai bertanya:

“Kenapa harus dia?”


Aku takut bicara,

karena suaraku mungkin tak akan kau dengar.

Aku takut berharap,

karena langkahku mungkin tak cukup megah untuk bersanding denganmu.


Jadi kutitipkan saja namamu

pada tiap sujud panjang dan pagi yang tenang.

Kuhafalkan wajahmu dalam doa,

bukan agar kau jadi milikku,

tapi agar hatiku tetap tenang

meski kau tak pernah tahu namaku.


Jika suatu hari semesta mengizinkan,

biarlah doa itu menjelma pertemuan.

Namun jika tidak,

biarlah ia tetap tinggal di langit

sebagai cinta yang tak pernah menuntut,

hanya menitipkan namamu

pada Tuhan yang tahu segalanya.

Minggu, 18 Mei 2025

Tatapan yang Tak Pernah Kusapa oleh Fian Amrullah Darmawan

 


Aku melihatmu,

di antara ramai yang tak pernah kuakrabi,

kau seperti senja yang datang tanpa janji,

tapi selalu kutunggu, setiap hari.


Tatapanmu—tenang,

tapi cukup membuat langkahku gamang.

Ingin menyapa,

namun bibirku lebih memilih diam

karena takut,

sapaan itu tak kau simpan.


Setiap kali kau lewat,

ada getar yang tak pernah selesai kutafsirkan.

Aku bukan siapa-siapa dalam hidupmu,

hanya lelaki biasa

yang menaruh harapan dalam diam—

pada seseorang yang mungkin

tak pernah menyadari keberadaanku.


Dan begitulah aku mencintaimu:

dari jauh,

dalam diam,

dengan doa

yang tak pernah berharap balasan,

hanya agar Tuhan menjag

amu…

meski bukan bersamaku.


Sabtu, 17 Mei 2025

Di Antara Delapan Miliar" (Bagian dari Sajak Cintaku)

 

"

Di antara delapan miliar jiwa yang menghirup napas-Nya,

dan separuhnya adalah wanita dengan ragam rupa dan cerita,

aku justru jatuh pada satu nama yang sederhana—namamu.

Bukan karena paling indah,

tapi karena hatiku paling tenang saat menyebutnya.


Ini bukan kebetulan,

ini adalah garis yang Tuhan torehkan sejak semesta belum tercipta.

Kecenderungan mencintaimu bukan sekadar rasa,

ia adalah anugerah yang membuatku lebih mengenal makna cinta dari-Nya.


Aku mencintaimu dalam takdir yang kuterima dengan lapang,

dalam ikhlas yang kutanam dari hari ke hari.

Jika seluruh dunia berkata itu gila,

biarlah—karena hanya Tuhan dan aku yang tahu,

betapa mencintaimu adalah caraku bersyukur pada-Nya.

"Kupilih Engkau dalam Doaku" (Bagian dari Sajak Cintaku)

 


Kupilih engkau bukan karena dunia menjanjikan kita kisah manis,

tapi karena dalam sepi, aku menemukan namamu bersama dzikirku.

Aku tak tahu bagaimana takdir menulis akhir kita,

tapi aku tahu, awal ini kutulis dengan keyakinan, bukan keraguan.


Bukan harta yang kupinta dalam cinta,

tapi pasangan dalam langkah menuju surga.

Yang menggenggam tanganku saat iman mulai goyah,

yang mengingatkanku saat dunia terlalu ramah.


Kita mungkin tak selalu sepakat,

namun semoga selalu sepakat dalam sujud dan niat.

Karena cinta yang besar bukan tentang seberapa kuat memeluk,

tapi seberapa ikhlas melepaskan ego agar tetap bertaut.

Jumat, 16 Mei 2025

Litaskunu Ilaiha




Maha Suci Dia yang menitipkan rindu,

di antara dua jiwa yang saling mencari arah pulang.

Cinta ini bukan hanya degup dan kata,

tapi ikrar sunyi yang disematkan di langit ketika sujud merunduk.


Mawaddah mengalir dalam peluh perjuangan,

rahmah tumbuh di sela tangis dan tawa perjalanan.

Bukan indah tanpa luka,

tapi indah karena luka pun dijahit bersama.


Sakinah bukan hanya diam di tenang,

ia seperti laut—kadang bergelora, kadang tenang.

Namun selalu setia pada pantai tempat ia menepi,

tempat jiwa tak lelah untuk kembali.


Salah paham adalah tamu dalam rumah cinta,

namun ketika ego ditundukkan, ia tak akan berlama-lama.

Sebab cinta sejati bukan yang tak bertengkar,

tapi yang t

ak berhenti memilih untuk tetap bersama.


Kamis, 15 Mei 2025

Kepada Dia yang Sangat Aku Cintai

Bagian awal dari Antologi puisi 1-30


Wahai engkau yang kucintai dalam diam,

Hatiku lemah, tak bertuan,

Tiada desir untuk meminta lebih,

Kecuali melihat senyummu—bahagia, utuh, dan bersih.


Dalam sunyi aku berseru lirih,

“Berapa mahar untuk menghalalkan kasih?”

Sedang aku, lelaki biasa,

Yang harta dan takdirnya belum juga istimewa.


Kujenguk layar anjungan tunai,

Angka di sana: enam belas juta lebih sedikit,

Seketika aku kelu,

Ke mana arah percakapan setelah ini harus kuayun halu?


Ingin kuajak bicara tentang masa depan,

Tapi bibirku disekat oleh keraguan.

Ingin kutawarkan hidup sederhana,

Namun takut cintamu butuh lebih dari doa.


Tapi dengarlah, kasih,

Jika cinta adalah sabar dalam menanti,

Adalah tekun dalam memberi,

Maka aku akan terus berjalan—meski tanpa janji pasti.


Karena bahagiaku adalah melihatmu tersenyum,

Meski hanya dari kejauhan,

Dan mencintaimu adalah restu yang tak perlu diumumkan,

Kecuali kepada Tuhan.

Rabu, 14 Mei 2025

Persembahan untuk lidah hawwiyah

 


"Lidah Hawiyah"


Bara itu menyala dalam sunyi,

Menjilat batang kayu dengan lidah api.

Asap naik, membawa getir,

Seperti dosa yang dulu kita biarkan mengalir.


Inilah lidah Hawiyah—tak bersajak, tak bernada,

Namun tiap jilatan, adalah murka yang nyata.

Jika air mata tak cukup memadamkannya,

Apa yang bisa? Jika bukan taubat yang bersisa.


Dunia kadang seperti tungku yang panas,

Kita terlena, menari di atas bara tanpa batas.

Namun kelak, jika tak kembali,

Kita jatuh ke dalam peluknya, abadi.


Jangan biarkan api ini menjadi akhir,

Padamkanlah dengan dzikir yang 

tak berakhir.

Karena neraka bukan hanya dongeng tua,

Ia nyata, menanti jiwa-jiwa yang lupa.


Menuju Titik Temaram



Jiwaku penuh semangat mempelajari arah mata angin,

Menuju titik temaram yang tak terjangkau oleh peta.

Langkahku tertatih dalam diam yang dingin,

Namun rinduku hangat, menyalakan asa yang nyata.


Aku membaca langit, memaknai awan,

Setiap arah mengingatkan pada matamu yang tenang.

Dalam desir angin, ada namamu yang perlahan,

Hadir seperti doa yang tak pernah hilang.


Tak kupinta jalan yang mudah,

Hanya arah yang membawaku pulang.

Pulang, bukan pada rumah atau tempat,

Tapi pada dirimu—yang menjadi arah sejak lama.


Di titik temaram itu, kutemui cahaya,

Bukan dari mentari, tapi dari tatapmu yang setia.

Engkaulah kiblat bagi hatiku yang lama tersesat,

Penunjuk arah dalam cinta yang tak lagi berat.

Lillahi robbil alamin


 Segalanya untuk tuhan semesta alam 


Inna sholati...

getar pertama dari lidah yang resah,

menggema dalam sunyi, menembus batas-batas dunia.

Bukan hanya gerakan tubuh,

tapi perjanjian antara jiwa dan Sang Pencipta.


Wanusuki...

ibadahku bukan sekadar ritual,

melainkan denyut dalam nadi yang tak henti menyebut nama-Nya.

Setiap nafasku,

setiap kerja keras dan lelahku,

kuserahkan pada-Nya—karena hanya kepada-Nya

segala sujud layak tertuju.


Wamahyaya...

hidup ini bukan milikku,

aku hanya pengembara yang diberi waktu.

Langit adalah atap perlindunganku,

dan bumi adalah tempatku mengabdi.

Langkah-langkah kecilku,

aku titipkan kepada takdir,

karena aku tahu:

yang menggenggam masa depan adalah Tuhan, bukan keinginanku.


Wamamati...

kematian bukan momok, tapi pintu pulang.

Jika hidup adalah ladang amal,

maka mati adalah panen abadi.

Aku tak gentar,

karena jiwa yang pasrah tahu ke mana harus kembali.


Kepada-Mu, wahai Robbul ‘Alamin,

aku titipkan tangis dan tawa,

sedih dan bahagia,

gagal dan berhasilku.

Tak ada yang sia-sia dalam takdir-Mu,

tak ada yang tertukar dalam kasih-Mu.


Jika dunia menyesatkan,

Engkaulah arah.

Jika hidup mengaburkan,

Engkaulah cahaya.

Jika aku rapuh,

Engkaulah kekuatan yang tak pernah usang.


Jadi biarlah aku hidup, dan mati,

dalam genggaman-Mu saja.

Dengan hati yang ridha,

dengan iman yang t

eguh,

dengan cinta yang tak ingin berpisah dari-Mu.


Segalanya—Lillahi Robbil ‘Alamin.


Selasa, 13 Mei 2025

Energi Quantum manajemen Qolbu

 

Hari ini aku penuh semangat,

Dengan energi baru daya juang terpahat.

Mentari tak ragu menyapa wajah,

Langkahku tegap, tak lagi lelah.


Kubungkus resah dalam doa,

Kubakar malas dengan asa.

Tak ada yang mampu menghalang,

Jika tekad ini terus menjulang.


Langit biru jadi saksi,

Bahwa aku takkan berhenti.

Karena hidup ini bukan hanya tentang bertahan,

Tapi tentang melangkah—dan menang perlahan.

Senin, 12 Mei 2025

Setelah 108 Purnama

 


Telah kutempuh malam demi malam,

seribu langkah dalam senyap,

mengusung harap di punggung luka,

menyulam masa depan dengan benang doa.


Aku datang padamu,

bukan hanya membawa cinta,

tapi juga peluh dan cita,

yang kusematkan pada detak waktu

dan keteguhan seorang pria

yang belum mapan, tapi tak pernah goyah.


Ibumu menatapku dengan tanya,

tentang modal, tentang arah.

Kupaparkan kerja, niat, dan langit yang kutatap—

sebagai saksi, bahwa aku bukan pengkhayal,

aku pejuang yang diam-diam tumbuh.


Namun pagi ini,

kau kirimkan kalimat penutup yang dingin:

“Kita berbeda visi dan misi.”

Luruhlah satu musim yang kutanam,

gugur sebelum sempat berbunga.


Tapi aku tak menyesal.

Cinta yang tulus tak pernah rugi.

Dan perjuangan yang benar tak pernah usang.

Aku akan tetap berjalan,

menjadi versi terbaik dari diriku,

bukan agar dikenang—

tapi agar layak dirindukan.


Jika suatu saat kau menoleh,

dan melihat kembali ke jalan ini,

ingatlah:

pernah ada lelaki yang datang dengan cinta dan data juang"

Minggu, 11 Mei 2025

Penantian di Alam Barzakh


Aku kini berada

di antara dua dunia—

bukan lagi fana,

belum juga kekal.

Inilah barzakh,

sunyi yang tak terlukiskan,

sepi yang tak bisa kau dengar,

tapi akan kau tempuh,

sebagaimana aku kini menunggu.


Tak ada malam,

tak ada siang,

hanya detik yang tak bisa kuhitung,

menanti panggilan tiupan sangkakala,

menuju perhitungan yang pasti.


Tubuhku telah kembali ke tanah,

tapi ruh ini masih menyimpan

getar doa orang-orang tercinta.

Setiap fatihah yang mengalir,

menjadi cahaya dalam gelap ini.

Setiap amal yang kutanam,

menjadi naungan dalam diam ini.


Aku tak tahu berapa lama,

tapi aku tahu:

janji Allah pasti benar.

Jika aku disayangi-Nya,

tempat ini akan jadi taman.

Jika aku lalai,

maka sempitlah liang ini

dengan sesal yang tak bisa ditebus.


Wahai engkau yang masih hidup,

jangan lupakan kami yang menunggu.

Karena doa dan amal darimu

adalah angin segar


di alam yang tak lagi mengenal usaha.


Kesaksian Jiwa di Hari Kembali

 


Sebelum aku mengenal dunia,

sebelum mata ini terbuka,

sebelum lidah ini bisa mengeja nama,

aku telah bersaksi

di hadapan Rabb-ku:

"Engkau Tuhanku, aku bersaksi."


Janji itu di langit azali

diukir dalam nurani,

disaksikan para malaikat

dan dicatat dalam kitab yang tak mungkin dilupa.


Lalu aku lahir,

dan dunia menaburkan kabut—

aku lupa.


Lupa akan janji itu.

Lupa bahwa semua yang kutempuh

telah dituliskan,

dan aku telah setuju.


Tapi waktu berjalan,

dan luka mengingatkanku.

Kematian menegurku.

Kesedihan membangunkanku.


Dan hari itu pun tiba—

saat tubuhku membisu,

tanah menjadi pelukan terakhir,

dan ruhku kembali

ke tempat asalnya.


Di hadapan Rabb-ku

aku tiada bisa berdalih.

Jiwaku berkata:

"Ya Rabbi, aku telah tahu,

aku pernah bersaksi.

Segala yang terjadi,

bukan tanpa izin-Mu.

Aku hamba yang lupa,

tapi kini aku kembali."

Sabtu, 10 Mei 2025

Hamba dan Takdir


Aku pernah bertanya:

Mengapa hidup tak selalu berjalan

seperti yang aku minta?


Tapi kini kutahu—

aku bukan penulis,

aku hanya pembaca

dari takdir yang sudah tercatat

sebelum aku dilahirkan.


Segala yang hilang dariku

bukan karena lupa,

tapi karena Allah sedang mengganti.

Segala yang datang padaku

bukan karena aku pantas,

tapi karena Allah sedang memberi.


Aku hamba,

dan hamba itu tidak memiliki—

bahkan dirinya sendiri.

Yang ada padaku hanyalah amanah,

yang bisa diambil kapan saja

tanpa pemberitahuan.


Maka aku belajar diam.

Menerima bukan berarti menyerah,

tapi pasrah pada kehendak

yang pasti lebih bijak

dari segala rencana manusia.


Takdir bukan musuh,

ia adalah undangan

untuk bersujud lebih dalam.

Dan dalam sujud itulah,

aku merasa paling hidup—

karena aku tahu,

aku bukan siapa-siapa,

kecuali seorang hamba

yang sedang pulang

ke jalan Tuhan-Nya.

Hijrah dari Dunia ke Akhirat


Wahai dunia,

aku pernah mencintaimu.

Pernah kupeluk segala gemerlapmu,

dengan mata yang penuh harap

dan dada yang sempit oleh ambisi.


Tapi hari ini,

aku tak lagi terpikat.

Karena kutahu—

engkau bukan rumah,

engkau hanya lorong gelap

menuju cahaya.


Sayyidina Ali telah berkata:

"Aku telah menceraikanmu tiga kali..."

dan aku pun kini ingin menceraikanmu,

dengan air mata kesadaran,

dengan luka kehilangan,

dengan kelelahan mengejar bayangmu

yang selalu kabur dari genggaman.


Hijrah bukan berpindah tempat—

tapi berpindah hati.

Dari mencintai yang fana

kepada Yang Kekal.

Dari memburu yang palsu

menuju kebenaran yang abadi.


Wahai dunia,

aku tak lagi takut kehilanganmu,

karena yang aku cari sekarang

adalah kedekatan dengan Rabb-ku,

tempat segala rasa bermuara.


Dan saat tubuh ini

tak lagi mampu bersujud,

semog

a ruh ini telah berada

di jalan pulang.

Pertolongan sang kekasih

 Syafaat Sang Kekasih



Kala dunia terasa sunyi

dan tak satu pun hati bisa kupeluk,

aku memejam

dan memanggil namamu,

Ya Rasulullah.


Engkau tak pernah kutemui dalam dunia,

namun namamu

selalu jadi pelipur lara dalam dada.


Dalam malam panjang,

aku berdoa—bukan hanya agar hidupku lapang,

tapi agar engkau

mengenal wajahku

di hari di mana semua wajah tertunduk.


Aku malu,

karena cinta ini kadang retak,

sholawatku tak setia,

air mataku lebih banyak

untuk dunia daripada akhirat.


Tapi aku yakin—

engkau kekasih yang tak berpaling,

yang akan menanti

siapa pun yang mencintaimu

dengan hati yang menganga rindu.


Ya Rasulullah,

di hari di mana tak ada naungan

kecuali kasih Tuhan,

izinkan aku dalam barisan itu:

yang engkau jamah dengan syafaat,

yang engkau peluk dengan doa,

yang engkau sambut

dengan senyuman yang

menghapus seluruh duka dunia.


Aku mencintaimu

karena Allah mencintaimu.

Dan karena itu,

aku berharap engkau mencintaiku—

sebagaimana engkau mencintai umatmu

yang lemah, rapuh,

tapi tak pernah berhenti berharap

padamu.

Jumat, 09 Mei 2025

Mengikhlaskan dunia

 


Aku pernah memeluk dunia

seakan ia akan tinggal selamanya.

Kujaga dengan gigi dan kuku,

kuperjuangkan dengan peluh dan air mata.


Tapi dunia,

selalu punya cara untuk pergi—

ia tak pernah benar-benar tinggal,

hanya mampir lalu menoleh.


Dan akhirnya kutahu:

siapa yang mencintai dunia,

akan ditinggalkan olehnya.

Siapa yang mengejar dunia,

akan lelah dalam kesia-siaan.


Namun siapa yang mencintai

Rasul Sang Kekasih Allah,

maka dunia menjadi ringan—

karena tak ada beban

dalam cinta yang tulus.


Air mata pun berubah menjadi doa,

kehilangan menjadi jalan pulang.

Dan dunia,

yang dulu terasa menggenggamku,

kini kuletakkan perlahan

di atas telapak takdir.


Aku tak lagi menaruh hati

pada yang fana,

karena cinta sejati

ada pada yang membawa syafaat—

Muham

mad,

sang penuntun menuju cahaya.

Titik hampa

 

Ada satu titik

yang tak bisa dijelaskan oleh kata,

tak bisa dibeli oleh waktu

atau dicapai oleh gelar.


Ia hadir

setelah seluruh ambisi luruh,

setelah kehilangan demi kehilangan

menelanjangi jiwa

dari pakaian dunia.


Titik itu—

bukan tempat kalah,

tapi ruang bening

di mana aku tak lagi ingin menjadi apa-apa

kecuali hamba.


Di sana,

aku tidak lagi mengejar

melainkan menerima.

Tidak lagi berteriak

melainkan diam.

Karena dalam diam itu

aku mendengar paling jelas:

"Cukuplah Aku bagi-Ku,

dan cukuplah Aku bagimu."


Tak semua orang mau sampai ke sini,

karena dunia mengajarkan:

“Jadilah besar.”

Tapi Tuhan memanggil:

“Jadilah tunduk.”


Dan di titik hampa itulah

jiwa menjadi jernih.

Melihat dunia—sementara.

Melihat kehilangan—perjalanan.

Melihat hidup—titipan.


Dan melihat Allah,

sebagai satu-sa

tunya

yang benar-benar tak pernah pergi.

Panggilan untuk jiwa yang tenang

 

Wahai jiwa—

yang tak lagi bertanya

kenapa hidup terasa berat,

karena engkau telah tahu:

berat itu titipan,

dan ringan pun titipan.


Engkau telah berdamai

dengan jalan panjang

yang penuh kehilangan,

bukan karena tak terasa luka,

tapi karena luka itu

telah kau jadikan jembatan

menuju rida.


"Yā ayyuhannafsul-muṭma’innah..."

Inilah panggilan

bagi jiwa yang sudah pulang

sebelum tubuhnya meninggal.

Yang hatinya telah kembali

ke pelukan Rabb

bahkan saat dunia masih bising.


"Irji’ī ilā rabbiki rāḍiyata mardhiyyah..."

Kembali bukan berarti selesai,

tapi menjadi satu

dengan kehendak-Nya—

seperti air yang tak lagi menolak gelombang,

seperti angin yang ridha berhembus

ke mana pun diperintah.


Tak semua dipanggil seperti ini.

Hanya yang menjadikan sabar

sebagai pelita,

dan ikhlas

sebagai kendaraan.


Dan untukmu—

yang menapaki jalan ini dengan cinta,

dalam luka dan diam,

bersiaplah:

"Fadkhulī fī ‘ibādī. Wadkhulī jannatī."

Ikhlas

 

Ikhlas bukan melepas karena terpaksa,

tapi karena percaya:

apa yang Allah pilihkan

lebih baik

dari apa yang kupinta dalam tangis.


Ia adalah seni menghapus "kenapa",

dan menggantinya dengan

"Karena Engkau, ya Allah..."


Ikhlas itu sunyi,

tanpa tepuk tangan,

tapi disaksikan langit.

Dan mungkin—

justru di situlah nilai tertingginya.

Sistem relatifitas waktu

 Cara kerja berfikir otak manusia dibagi dua yaitu cara berfikir cepat dan cara berfikir lambat " Ini saya dah pernah dipublikasikan ol...