oleh; Fian Amrullah Darmawan
Aku pernah menabung harapan,
bukan di bank,
tapi di ruang-ruang sunyi dalam kepala.
Kucicil perlahan:
dari nama yang ingin kusandingkan,
hingga pintu rumah sederhana
yang ingin kubuka bersamamu.
Aku menata rencana,
sendiri—
karena belum waktunya kuceritakan pada siapa pun,
termasuk padamu.
Di sana ada daftar belanjaan sederhana:
beras, teh manis, dan piring dua.
Ada pula catatan kecil:
“peluk dia tiap pulang kerja,
dan jangan lupa cium keningnya sebelum tidur.”
Terdengar lucu mungkin,
tapi itu serius.
Karena cinta bagiku
bukan cuma ungkapan puitis,
tapi keputusan logis
yang lahir dari hati yang sadar dan siap.
Sayangnya,
semua rencana itu belum bisa kubagi,
karena jarak antara aku dan kamu
masih sebesar keyakinanmu yang belum tahu siapa aku.
Tapi tak apa.
Aku tetap menabung,
di celengan keyakinan,
bahwa bila tiba waktunya—
rencana-rencana ini akan menemukanmu
bukan sebagai kejutan,
tapi sebagai j
anji yang telah lama kusebut
dalam diam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar