Senin, 30 Juni 2025

Roda Nasib

 Fian Amrullah Darmawan 


Roda nasib tak pernah diam,

kadang di atas, kadang tenggelam.

Namun langkahku tetap maju,

meski jalanan sunyi dan batu.


Tak akan lelah sebelum sampai,

meski badai kerap singgah dan mengintai.

Karena aku percaya satu hal pasti:

yang tekun, kelak akan menuai mimpi

Minggu, 29 Juni 2025

Doa yang Tertahan di Mulut Fakir

 Fian Amrullah Darmawan 



Aku mencintaimu seperti fakir mencintai Tuhan—

dengan tangan kosong, tapi dada penuh letupan.


Rinduku adalah zikir yang patah,

menggema di gua sunyi kesadaran,

di mana dendam bukan amarah,

melainkan luka karena tak bisa memberi.


Kau adalah cahaya di ujung sajadah lapar,

yang kusebut dalam sujud,

namun tak bisa kubeli

meski hanya dengan sebungkus nasi

Menyerap energi positif semesta

 Dalam hidup yang saya jalani 

Saat ini saya berada dalam kondisi labil

Berusaha bangkit dari titik terendah hidup

Berusaha menyerap energi positif,dengan daya guna pemikiran saya.

Walau pikiran lagi suntuk ,dan selalu blank file. Jeda mikir karena lupa yg akan dikatakan.

Hanya manusia biasa 


Sabtu, 28 Juni 2025

Titik terendah

 Menyusun kata tak lagi bermakna,mengisi ruang kosong hati ku ,dengan nama nama terindah pencipta ku"

Ya Allah ya Rohman ya Rohim,ya Malik ya quds yya salam,ya mukmin ya Muhaimin,ya Aziz ya Jabbar ya mutakabbir.

Jumat, 27 Juni 2025

Sejarah

 Waktu yang berlalu , keadaan dan kondisi yang terjadi setelah manusia mengenal tulisan itulah sejarah "

Kamis, 26 Juni 2025

1 Persen Menuju Surga

 (Sajak Tahun Baru Hijriah)1447hijriah



Esok, waktu menandai pergantian,

Hijriah tak hanya angka dalam almanak,

Tapi ajakan sunyi dari langit

Agar kita pulang — pada niat yang sempat tertidur.


Buku dunia berkata:

“Berubah 1 persen setiap hari,

Maka engkau akan menjadi versi terbaik dari dirimu.”

Tapi Rasulullah telah lebih dulu bersabda,

“Barang siapa harinya lebih baik dari kemarin,

Ia beruntung; jika sama, ia tertipu; jika lebih buruk, ia rugi.”


Maka di ambang tahun yang baru,

Aku menata niat seperti batu bata sabar,

Satu demi satu, untuk membangun kembali

Masjid kecil dalam jiwaku.


Tak ingin lagi lalai dalam Subuh yang agung,

Tak ingin lagi hanya berdoa saat dunia goyah,

Tak ingin lagi menjadikan waktu

Sebagai hamba, padahal ia adalah amanah.


Mulai hari ini — satu persen:

Menjaga lisan, menundukkan pandangan,

Teguh dalam dzikir, ikhlas dalam amal,

Dan taat — bukan karena takut,

Tapi karena cinta yang mulai tumbuh dalam jiwa.


Tahun berganti,

Tapi yang sejatin

ya harus berubah

Adalah hatiku.


Rintik air hujan

 Senja hari kamis

 awan berkabut memayungi 

Langkah kaki menuju pusaran rumah abadi mu

Melantunkan tilawah ayat suci 

Sesekali gerimis me mecah konsentrasi kerana lembar mushaf ayat suci basah

Ku selaikan ya sin penuh hidmad dengan tetes air mata 

Rindu adikku "

Selasa, 24 Juni 2025

Cinta Tuhan yang Maha Luas

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Di atas segalanya—

kuasa yang mengguncang semesta,

balasan yang adil tak tertunda,

langit yang menunduk,

bumi yang patuh,

semuanya tunduk bukan karena takut,

tapi karena cinta.


Dari 99 nama yang agung,

Dia memilih memperkenalkan Diri-Nya

sebagai Ar-Rahman,

Ar-Rahim—

Maha Pengasih, Maha Penyayang.


Itulah ikon cinta-Nya,

bukan sekadar nama,

tapi hakikat yang memeluk semesta

dalam kehangatan yang tak terbandingkan.


Dia mampu membalas,

namun lebih memilih mengampuni.

Dia bisa menghukum,

namun mendahulukan rahmat-Nya.


Bahkan doa dari hati yang paling berdosa pun

tak ditutup-Nya.

Langit tak pernah lelah menampung rintihan

hamba yang kembali.


Cinta-Nya tak menuntut sempurna,

cukup seberkas niat untuk pulang,

dan pintu-Nya tak pernah tertutup.


Inilah cinta yang tak bisa dibandingkan:

luasnya melampaui samudra,

dalamnya tak terselami akal manusia.

Cinta yang tak pernah bosan menunggu,

meski sering dilupakan.


Dan kepada cinta seperti itulah,

jiwa ini kembali bersujud,

bukan karena takut siksa-Nya,


tapi karena rindu akan pelukan rahmat-Nya.


Keajaiban cinta

oleh Fian Amrullah Darmawan


Cinta,
adalah mata air dari langit,
yang menetes ke hati-hati kering dan sunyi,
mengubah lemah menjadi daya,
malas menjadi bara yang menyala.

Cinta,
tak tampak di mata, tapi terasa di dada,
mengalirkan semangat dari hal-hal sederhana:
tatapan penuh harap,
doa di antara diam,
peluk yang menguatkan jiwa yang hampir tenggelam.

Ketika sedih menghampiri,
cinta menjelma senyuman tanpa pamrih,
ia tak menghapus luka,
tapi membuat luka tak lagi sendirian.

Cinta,
mengajarkan santun tanpa merasa hina,
lemah lembut tanpa kehilangan harga,
mengalah bukan berarti kalah—
melainkan memberi ruang bagi cahaya menang tanpa melukai.

Itulah keajaiban cinta:
ia tak mengubah dunia,
tapi mengubah cara kita memandang dunia.
Dan dari situlah,
segala hal menjadi mungkin.


Senin, 23 Juni 2025

Perang modern

 Esai

Perang dan Egosentris Manusia: Runtuhnya Peradaban Tanpa Kebaikan


Sejak zaman purba hingga era modern yang sarat teknologi, perang tak pernah absen dari jejak langkah umat manusia. Perang menjadi lembaran kelam yang terus berulang dalam sejarah, mencerminkan sisi tergelap dari naluri manusia: dorongan untuk menaklukkan, mendominasi, dan membenarkan kekuasaan dengan kekerasan. Di balik kilatan pedang zaman dulu hingga dentuman senjata canggih hari ini, terdapat benang merah yang sama—egosentrisme manusia yang mengabaikan empat pilar hakiki dalam membangun kehidupan: kebaikan, kebenaran, kebijaksanaan, dan keindahan.


Peradaban besar seperti Mesir Kuno, Yunani, Romawi, hingga Babilonia pernah berdiri megah, menjadi pusat ilmu, budaya, dan sistem pemerintahan yang kompleks. Namun pada akhirnya, banyak dari mereka tumbang bukan karena alam yang murka, melainkan karena manusia yang mengkhianati nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri. Ego pemimpin, kerakusan ekspansi, serta pengkhianatan terhadap nilai luhur menjadi racun yang meruntuhkan bangunan megah peradaban.


Perang bukanlah semata pertarungan senjata, tapi juga pertarungan narasi: siapa yang berhak hidup, siapa yang layak berkuasa, dan siapa yang harus dikorbankan. Dalam perang, manusia seringkali kehilangan martabatnya. Anak-anak menjadi yatim, wanita diperkosa, budaya dibumihanguskan. Apakah ini hasil dari akal budi manusia yang katanya makhluk paling sempurna?


Jawabannya terletak pada hilangnya keseimbangan antara akal dan hati. Kebaikan dikesampingkan demi ambisi. Kebenaran diputarbalikkan oleh propaganda. Kebijaksanaan digantikan nafsu berkuasa. Dan keindahan—yang seharusnya menjadi napas peradaban—terkubur oleh puing-puing bangunan yang dibom.


Manusia kerap membangun peradaban dengan tangannya sendiri, namun juga menghancurkannya dengan tangan yang sama. Seolah lupa bahwa kekuasaan tanpa nilai akan melahirkan kekosongan. Perang hanya menjadi siklus destruktif jika tak disertai evaluasi moral dan spiritual yang dalam.


Kini, di tengah dunia yang katanya "maju", perang tetap menjadi alat untuk mempertahankan dominasi. Namun apakah kita akan terus mengulang tragedi yang sama? Atau sudah saatnya membangun peradaban baru dengan fondasi kebaikan yang universal, kebenaran yang adil, kebijaksanaan yang luhur, dan keindahan yang memuliakan hidup?


Jika manusia gagal belajar dari sejarah, maka kita tak sedang hidup dalam kemajuan, tapi hanya berputar dalam lingkaran kehancuran yang dibung

kus teknologi.

Minggu, 22 Juni 2025

Tafsir Sunyi Waktu

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Di sunyi waktu aku duduk sendiri,

menghitung detik yang tak pernah kembali.

Tuhan memberiku satu hari,

dua puluh empat jam,

seribu arah untuk kuisi.


Namun waktu bukan sekadar angka,

ia adalah makna yang tersembunyi dalam pilihan:

antara ibadah atau kelalaian,

antara cahaya atau kabut kebiasaan.


Ada yang menjadikannya tangga ke langit,

berdiri dalam qiyam di sepertiga akhir,

mengangkat harap dalam bisik dzikir—

sementara yang lain,

terlelap dalam buaian dunia,

hingga lupa caranya pulang.


Tuhan bersumpah demi masa,

karena masa adalah misteri dan ujian.

Ia tak berpihak pada siapa pun,

namun merekam siapa yang patut dikenang

dan siapa yang hilang tanpa kesan.


Sunyi waktu adalah tafsir jiwaku,

tentang hari-hari yang lewat tanpa syukur,

tentang jam-jam yang kupakai untuk hal sia-sia,

dan tentang detik-detik yang menunggu

untuk kutebus dengan makna.


Hari ini belum terlambat,

selama nafas masih mengalir dalam dada—

maka biarlah waktu ini kutafsirkan

dengan amal, dengan doa,

da

n dengan cinta yang kembali pada-Nya.

Sabtu, 21 Juni 2025

Satu Hari, Seribu Pilihan

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Tuhan menitipkan 1x24 jam pada setiap jiwa,

tak ada yang lebih, tak ada yang kurang.

Sama rata, sama adil—

namun hasilnya tak pernah serupa.


Ada yang pagi hingga senja

menanam amal di ladang kerja,

sujud dalam diam,

menyeka peluh dengan dzikir yang dalam.


Ada yang sibuk menumpuk dunia,

rumah bertingkat, mobil berjajar—

namun hati kering seperti padang tak tersentuh hujan.


Dan ada yang…

terlena dalam gulita waktu kosong,

tergelincir oleh arus kelalaian,

hingga ia lupa bahwa detik-detik itu

adalah surat panggilan menuju keabadian.


Waktu tak pernah menunggu,

ia hanya berjalan,

dan mencatat setiap langkah,

dengan tinta yang tak bisa dihapus.

Jumat, 20 Juni 2025

Lorong waktu

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Di lorong waktu aku berjalan,

melewati detik-detik yang tak bisa ditarik kembali,

setiap langkahku adalah sejarah,

setiap hembus nafasku adalah saksi.


Waktu—makhluk tanpa suara,

namun Allah bersumpah atasnya:

“Demi masa, sungguh manusia benar-benar dalam kerugian...”

Kecuali mereka yang beriman,

berbuat baik,

menasihati dalam kebenaran,

dan kesabaran.


Di lorong itu,

kupandangi diriku yang dulu—

penuh angan,

lambat belajar,

kadang alpa mengingat tujuan.


Kini aku tahu,

bahwa waktu bukan hanya angka,

tapi cermin jiwa,

yang akan memudar bila tak dipoles doa.


Waktu tak pernah kembali,

tapi bisa diberkahi,

jika setiap detiknya

kuisi dengan amal dan arti.


Ya Allah, tuntun aku di lorong waktu-Mu,

agar langkah ini menuju cahaya,

bukan hanya jejak fana,

tapi bekal kekal selamanya.

Rabu, 18 Juni 2025

True promise lV

 Esai

Ujian Janji Suci dan Kesetiaan Hati

Setiap janji yang suci akan diuji.

Bukan untuk melemahkannya, tapi untuk menguatkan akar-akarnya.

Sebab cinta bukanlah taman yang selalu bermekaran, tapi ladang yang harus digarap, bahkan saat hujan tak kunjung turun.


Ada masa ketika kata “aku cinta padamu” menjadi sunyi.

Bukan karena cinta hilang, tapi karena dunia meminta lebih banyak diam daripada bicara.

Ada masa ketika dua hati saling menjauh, bukan karena tak saling rindu, tapi karena masing-masing sedang berperang dengan luka dan kelelahan yang tak terlihat.


Di titik itulah, kesetiaan bicara.

Kesetiaan bukan sekadar tidak berpaling pada yang lain.

Ia adalah keteguhan untuk tetap tinggal, meski pintu-pintu pelarian tampak lebih mudah.

Ia adalah pilihan untuk terus menggenggam tangan yang sama, bahkan ketika tangan itu gemetar, basah oleh air mata atau tertutup debu perjalanan.


Ujian itu bisa datang dalam bentuk sepi yang panjang, perbedaan yang tak habis-habis, atau godaan dari luar yang tampak lebih memikat. Tapi kesetiaan bukan soal tidak tergoda. Ia soal kemampuan untuk kembali—selalu kembali—pada janji pertama, pada suara hati yang pernah bersaksi bahwa “engkaulah tempatku pulang”.


Janji suci akan diuji oleh waktu, oleh keadaan, dan oleh kita sendiri. Tapi barang siapa yang tetap teguh dalam badai, ia akan melihat: cinta yang diuji dan bertahan, jauh lebih indah dari cinta yang tak pernah diuji.


Karena di balik kesetiaan, ada kemurnian jiwa.

Dan di situlah Tuhan menyisipkan keberkahan yang tak bisa dibeli denga

n apa pun di dunia.

Selasa, 17 Juni 2025

Janji suci lll

Esai

Menjaga Cinta dan Kasih Sayang dalam Janji Suci

Cinta, pada mulanya, adalah getar yang halus.

Ia menyentuh hati seperti embun pagi yang jatuh di kelopak bunga.

Namun setelah janji suci diikrarkan, cinta berubah bentuk—dari getar menjadi tanggung jawab, dari rasa menjadi kesetiaan, dari bunga menjadi pohon yang akarnya harus dijaga.


Kasih sayang adalah mata airnya. Tanpa itu, cinta hanya akan menjadi ruang kosong yang bergema oleh harapan yang tak pernah pulang. Dalam kehidupan bersama, kasih sayang bukan hanya soal pelukan atau kata manis, tapi tentang bagaimana kita tetap saling memanusiakan—meski sedang lelah, meski berbeda pandangan, meski dunia tak selalu ramah.


Janji suci tidak menjanjikan kebahagiaan tanpa luka. Ia hanya menjadi jembatan, agar dua hati tidak mudah jatuh ke jurang keegoisan. Maka menjaga cinta bukan soal bagaimana agar rasa itu tetap membara, tapi bagaimana menyiramnya dengan sabar, dengan pengertian, dan doa yang tak pernah putus.


Kadang cinta terasa hambar, kadang kasih sayang digerus waktu. Tapi saat kita memilih untuk tetap hadir, tetap mendengarkan, tetap memeluk meski sedang luka—di situlah janji suci menemukan maknanya yang sejati.


Cinta sejati bukan cinta yang tak pernah pudar,

tapi cinta yang tetap dirawat, meski cahayanya tak lagi terang.

Karena sesungguhnya, cinta bukan sekadar perasaan,

ia adalah keputusan yang diperbarui setiap hari.


Dan siapa pun yang menjaga anugerah itu, sedang menjaga cahaya Tuhan di dalam rumahnya.

Senin, 16 Juni 2025

Janji Suci — ll

Esai

 Awal dari Sebuah Niat Mulia

Ada yang lebih dalam dari sekadar kata-kata manis yang dilafazkan di hadapan saksi. Ada yang lebih agung dari sekadar cincin yang melingkar di jari manis. Janji suci adalah gema dari suara hati yang telah memilih untuk tidak lagi berjalan sendiri. Ia adalah niat yang dipatrikan dalam kesadaran penuh bahwa cinta sejati tidak tumbuh dari gairah yang sesaat, melainkan dari tekad untuk terus mencintai, bahkan saat rasa tak lagi berbunga.


Janji suci bukan milik lidah, ia milik jiwa.

Ia bukan seremoni semata, melainkan sebuah keputusan batin:

"Aku akan ada untukmu, bukan hanya saat langit cerah, tapi juga ketika hujan mengguyur deras."


Di dalam janji suci, manusia menghadirkan Tuhan sebagai saksi. Sebab cinta, sejatinya, bukan hanya tentang dua insan. Ia adalah ruang tempat kasih sayang, kejujuran, dan pengorbanan diuji hari demi hari. Bukan selalu dengan tawa, tapi juga dengan air mata. Dan mereka yang mampu bertahan, bukan karena tidak pernah lelah, melainkan karena mereka memilih untuk tetap setia pada janji—bukan pada rasa yang berubah-ubah.


Janji suci adalah perahu yang dibangun di tengah laut kehidupan. Angin akan datang, badai mungkin menyapa. Tapi jika dua hati mengayuh bersama, sambil mengingat mengapa mereka berlayar, maka pelayaran itu akan sampai—bukan hanya ke pantai, tapi ke tempat di mana cinta menemukan keabadiannya.


Dan bukankah janji yang demikian, adalah bagian dari anugerah Tuhan yang harus dijaga dengan pen

uh hormat?


Minggu, 15 Juni 2025

Janji suci l

 Esai

Setiap manusia dianugerahi rasa cinta dan kasih sayang yang harus dijaga kemurniannya "

Dengan perjuangan serta doa yang tulus kepada Tuhan yang maha cinta .

Sabtu, 14 Juni 2025

Misliding konsep

 Esai 

Sebenernya apa sih hidup ini?

Bagi saya hidup adalah ketepatan hidupku dihadapan Tuhan, soal pencapaian adalah relatifitas yang dikonsepkan oleh manusia ".

Karena kelak apapun sistem nilai materiil tidak akan laku di loket surga ,kecuali sistem asemling diri yg bermuatan cinta kasih serta ketaan kepada konsep tuhan.

Kehebatan,pangkat ,jabatan, kepintaran itu semua pinjaman dari kemurahan Tuhan, harta kekayaan juga titipan ,kecuali diperdaya gunakan untuk kemaslahatan bersama,untuk menolong yg tidak mampu sebagai manifestasi cinta kasih tuhan itu sendiri,itu yg bernilai akhirat.

Refleksi

 Jeda puisi "

Esai

Hidup itu bukan tentang memiliki segalanya,tapi tentang mensyukuri segalanya.

Jumat, 13 Juni 2025

Roda kehidupan dunia

Esai

Pengembara yang telah mengarungi berpuluh puluh abad perjalanan hidup memberi tau padaku bahwa dalam kehidupan disediakan tiga kendaraan jalan cinta"


Satu kepedihan

Dua kejayaan 

Tiga sunyi 


Pilih lah salah satu sebagai kendaraan untuk menuju puncak kehidupan semesta .

Kamis, 12 Juni 2025

Ketulusan Ini Akan Jadi Saksi, Saat Aku Meminta Restu untuk Memilikimu

 Bagiaan terahir kumpulan puisi cintaku

oleh Fian Amrullah Darmawan



Bukan bunga yang kupetik di taman

bukan kata manis yang kutata penuh drama,

melainkan ketulusan yang diam-diam kujaga

dalam tiap sujud panjang

dan langkah yang kadang terseok karena ragu.


Aku akan datang,

bukan sebagai pangeran yang sempurna,

tapi sebagai laki-laki biasa

yang telah lama melatih dirinya

untuk cukup dewasa mencintai dengan tanggung jawab.


Di hadapan orang tuamu nanti,

aku tak akan banyak bicara,

karena cinta yang paling sejati

tak butuh banyak kalimat—cukup restu

dan nama yang terucap dalam ijab penuh haru.


Ketulusan ini akan jadi saksi,

bahwa aku tidak hanya ingin memilikimu,

tapi juga siap menggandengmu

melintasi hujan, panas, dan badai rumah tangga.


Dan jika Tuhan mengizinkan,

aku akan menjagamu,

bukan hanya sebagai kekasih yang halal,

tapi juga sebagai amanah yang kupeluk dengan rasa syukur

hingga ujung napas terakhir.

Rabu, 11 Juni 2025

Jika Tuhan Menyuruhku Menunggu, Aku Akan Menunggu Tanpa Bertanya Kapan

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Jika semesta belum mengizinkan,

maka aku akan diam

tanpa menyalahkan waktu,

tanpa memaksa takdir berjalan lebih cepat dari doa-doaku.


Aku telah belajar

bahwa cinta bukan tentang siapa yang tercepat,

melainkan siapa yang paling taat

dalam menjaga perasaan tanpa melukai.


Tuhan tahu rinduku tak pernah padam,

tapi aku yakin,

Dia lebih tahu kapan waktu terbaik

untuk mempertemukan kita

dalam keadaan yang paling layak.


Aku tidak bertanya kapan,

karena setiap kali aku berdoa,

aku juga belajar menundukkan ego—

untuk tidak menyeret namamu dalam gelisah

yang bisa membuatmu lelah bahkan sebelum kita bersatu.


Jika Tuhan menyuruhku menunggu,

aku akan menunggu,

sambil memperbaiki diri,

sambil menyiapkan rumah yang tidak hanya beratap,

tapi juga penuh sakinah dan ridha-Nya.


Dan bila akhirnya kita bersua dalam satu akad,

aku tahu,

segala penantian ini bukan sia-sia—

melainkan jalan sunyi

menuju cinta yang dirahmati semesta.

Aku Menyebut Namamu di Setiap Sepertiga Malam, Tanpa Pernah Lelah

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Di saat dunia terlelap,

dan suara pun enggan bernyanyi,

aku terjaga—bukan karena gelisah,

tapi karena rindu yang kupeluk dalam doa.


Aku tak pernah menyapamu dengan rayuan,

tapi setiap sepertiga malam

namamu kuselipkan pelan

di antara zikir dan tangis yang kusembunyikan.


Tuhanku,

jika Engkau izinkan aku mencintainya,

maka cukupkanlah langkahku untuk menjemputnya.

Jika tidak,

tenangkan aku dalam kerelaan,

dan kuatkan aku agar tidak menghancurkan dirinya

dengan keinginan yang tak Kau ridai.


Aku tak tahu bagaimana takdir akan berpihak,

tapi aku tahu,

tak ada cinta yang lebih luhur

selain yang disampaikan dalam diam kepada-Mu.


Aku menyebut namanya,

bukan agar dia segera datang,

tapi agar aku menjadi pribadi yang pantas

menjadi tempa

t dia berlabuh dengan tenang.

Selasa, 10 Juni 2025

Negeriku kaya dan indah

Mana ada negri sekaya dan seindah negriku??

Negeriku kaya,

Bukan cuma emas di tanah

Tapi juga zamrud di lautan

dan napas hutan hujan yang menyejukkan dunia


Tapi kuasa itu candu

Pemimpinnya ingin lama berkuasa

Maka digandenglah oligarki

dibagilah ijin tambang, konsesi, konsorsium


Atas nama pembangunan

hutan dijadikan angka

laut jadi grafik ekspor


Kini Raja Ampat tak lagi suci

digali nikel dari kedalaman mimpi


Dunia terpana pada indahnya Indonesia

tapi kita malah menjualnya

dengan tangan kita sendiri.

Senin, 09 Juni 2025

Cintaku Bukan Tentang Hari Ini, Tapi Tentang Masa Depan yang Ingin Kutata Bersamamu

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Hari ini aku mencintaimu,

bukan karena kau cantik di mata,

tapi karena aku bisa membayangkan

kau ada dalam tiap rencana masa depanku.


Aku tidak berhenti pada degup jantung saat melihatmu,

aku berpikir jauh ke depan—

tentang siapa yang akan menemani anak kita tidur,

siapa yang akan duduk di meja makan

saat rambutku mulai memutih perlahan.


Cintaku bukan bunga yang cepat layu,

ia akar yang kutanam dalam-dalam

dengan harapan suatu hari nanti

akan tumbuh menjadi rumah

yang menaungi doa dan cita-cita kita bersama.


Aku tak sedang mencari pasangan jalan-jalan,

aku mencari teman seumur hidup

yang bisa kugandeng saat dunia menghempas,

yang tetap bertahan saat senyum tak mudah dibagi.


Aku mencintaimu bukan karena hari ini indah,

tapi karena aku ingin besok kita tetap bersama

meski dunia tak lagi ramah,

dan 

waktu telah menua segalanya.

Minggu, 08 Juni 2025

Jika Aku Harus Tertatih, Aku Tetap Akan Datang untuk Meminangmu

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Jika harus merangkak di antara luka dan letih,

maka akan kulakukan—

asalkan langkahku berakhir

di hadapan keluargamu,

membawa niat yang tak pernah goyah

sejak pertama namamu tinggal di dadaku.


Aku bukan pangeran dengan kuda putih,

hanya lelaki yang berusaha menegakkan punggung

meski bebannya kadang terlalu berat.

Bukan untuk gagah-gagahan,

tapi agar aku pantas

menyebut namamu dalam akad yang sah.


Jika semua pintu harus kutok satu per satu,

aku akan mengetuknya,

karena tidak ada malu

dalam cinta yang dijalani dengan tanggung jawab.


Aku mungkin tidak datang dengan kemewahan,

tapi aku datang dengan kehendak,

yang dibakar oleh doa,

dan disiram oleh kesungguhan hati.


Jika aku harus tertatih,

biarlah—

asalkan ujung langkahku

adalah kamu yang tersenyum

dengan tangan ayahmu merestui

dan tangan ibumu menghapus air mata haru.

Sabtu, 07 Juni 2025

Jangan Kau Takut pada Masa Depan, Aku Sedang Memperjuangkan Kita

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Aku tahu,

masa depan adalah sesuatu yang menakutkan

bagi hati yang pernah dikecewakan,

bagi jiwa yang pernah dikhianati janji.


Tapi dengarkan aku sekali ini saja,

aku bukan datang membawa janji manis

atau impian-impian tinggi yang tak bisa kucapai.

Aku datang membawa niat,

dan niat itu sudah lama tinggal di dadaku

sejak pertama aku mengenal tatapanmu.


Kita mungkin tak punya peta pasti,

tapi aku membawa kompas:

ia bernama tekad,

dan kutopang dengan doa yang tak pernah putus.


Aku bekerja bukan untuk memperkaya diri,

tapi untuk membangun jalan pulang

menuju rumah yang kelak kita isi bersama.

Aku menabung bukan hanya uang,

tapi juga keberanian

untuk melamarmu dengan terhormat.


Jangan kau takut pada masa depan,

karena aku sedang memperjuangkan kita—

dalam diam, dalam lelah,

dalam sepi 

yang tak pernah kusinggungkan.

Malu Berdoa

 Fian Amrullah Darmawan 


Cukup,

rasa syukurku sajalah yang menjelma doa

dan sabarku — meski sering bocor — jadi aminnya.


Terlalu banyak sudah yang Kau beri,

sementara aku masih berkutat

dalam lumpur dosa yang tak pernah benar-benar kering.


Aku malu,

seperti pengemis yang sudah kenyang

tapi masih menadahkan tangan

minta lauk tambahan pada Tuan yang tak pernah menolak.


Kadang,

aku ingin ajukan permintaan —

daftar panjang harapan,

seperti ibu-ibu kalap di pasar modern,

isi troli penuh,

tagihan di kasir membuat malaikat mencatat sambil geleng-geleng kepala.


Tuhan,

tak lelahkah Kau mendengarku,

padahal aku sendiri jarang benar-benar mendengarMu?


Maka biarlah diamku malam ini jadi zikir,

dan rasa malu ini,

semoga Kau pahami —

sebagai cinta dalam bentuk yang paling jujur.

Jumat, 06 Juni 2025

Aku Tak Mampu Menjanjikan Surga, Tapi Aku Akan Menuntun dalam Doa

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Aku ini hanya laki-laki biasa,

yang tak punya apa-apa

selain keyakinan dalam dada

dan cinta yang tak pernah berani meminta lebih dari takdir.


Aku tak mampu menjanjikan surga

yang kata orang penuh kemewahan,

tapi aku ingin menuntunmu

menuju jalan yang membuat kita sama-sama layak mencium lantai surga.


Jika kelak kita bersanding,

izinkan aku mengajakmu

membuka hari dengan doa,

menutup malam dengan istighfar.


Kita tak perlu rumah megah,

cukup ada sajadah yang kita bentangkan bersama.

Kita tak perlu dunia dalam genggaman,

cukup ada langit yang kita pandang dalam satu arah.


Aku tak menjanjikan apa-apa,

selain diriku sendiri—

yang akan tetap berdiri,

meski dunia menghina,

meski hidup tak selalu berpihak.


Karena cinta ini bukan ambisi,

tapi amanah.

Dan aku ingin menjaganya,

dengan doa yang tak putus,


dan cinta yang tak lekas usang.

Kamis, 05 Juni 2025

Hari raya kurban

 Qurban: Jalan Mendekat"


Qurban

bukan sekadar sembelih daging

melainkan sembelih ego yang membelenggu

Ia adalah jembatan sunyi

dari yang sudah dekat—menjadi lebih dekat,

lebih lekat, lebih tunduk pada cinta Sang Pencipta.


Sebilah pisau di tangan Ibrahim

adalah gugur diri dalam percaya

Ismail bukan hanya anak—

ia adalah cermin pengorbanan tertinggi

Rabu, 04 Juni 2025

Cinta Ini Tak Sekadar Rindu, Tapi Juga Ikhtiar Tanpa Henti

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Rinduku padanya

tak cukup hanya kubawa dalam diam,

karena cinta yang sejati

menuntut langkah, bukan sekadar lamunan.


Aku berjalan,

meski jalanku lambat.

Aku bekerja,

meski hasilku tak seberapa.

Aku berdoa,

meski malam kadang dingin dan panjang.


Cinta ini bukan sekadar kata-kata

yang kutulis di layar sunyi,

tapi keringat dan lelah yang kutahan

demi satu senyum yang tak pernah kulihat

tanpa rasa bersalah.


Setiap pagi aku menatap langit

bukan hanya untuk memohon,

tapi juga untuk mengingatkan diriku sendiri:

aku punya alasan kuat untuk bangkit.


Rinduku,

tak pernah kubiarkan jadi beban untuknya.

Biarlah jadi bahan bakar

yang membuatku bertahan,

untuk menjadi lelaki yang pantas

menyebut namanya dalam janji.

Kata hati

 Cinta Kata Hati, Mencintai Kata Kerja


Kata kakek di sore yang sunyi,

"Cinta itu diam, tapi mencintai harus bergerak."

Aku tak langsung mengerti—

hingga hidup sendiri yang mengajari dengan pelan-pelan,

dan luka yang mengajar tanpa suara.


Cinta, katanya,

adalah keadaan di dalam hati—

tenang, teduh, tak selalu bicara.

Ia hadir seperti doa yang tak terucap,

tapi terasa dalam setiap tarikan napas.


Namun mencintai,

adalah perbuatan yang menyentuh dunia.

Ia memudahkan, bukan menyulitkan.

Ia memberi, bukan meminta balasan.

Ia menghidupkan, bukan mengekang.


Aku pun bertanya,

"Apakah cinta harus berkorban?"

Kakek tersenyum,

“Bila kau merasa berkorban, mungkin hatimu belum cukup lapang.

Karena cinta yang sejati, tak pernah merasa kehilangan saat memberi."


Dan aku mengerti,

bahwa mencintai adalah jalan sunyi yang ramai oleh makna.

Bukan tentang siapa yang memiliki,

tapi siapa yang tetap mendoakan,

bahkan ketika tak lagi memiliki alasan.


Cinta itu bukan milik para pemilik,

tapi milik mereka yang memilih setia tanpa sorotan.

Yang tak lelah mencintai,

meski tak selalu dicintai kembali.

Selasa, 03 Juni 2025

Tuhanku, Bila Dia Takdirku, Kuatkan Aku untuk Menjemputnya

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Tuhanku,

aku tak ingin mendahului rencana-Mu

dengan ambisi atau ketakutan.

Aku hanya ingin mencintai

dalam batas yang Kau ridai,

dan menjemputnya dengan cara

yang Engkau berkahi.


Jika benar dia adalah tulang rusuk

yang Kau ciptakan untuk lenganku,

maka kuatkan hatiku

untuk bersabar sampai waktunya.


Berilah aku rizki yang cukup,

hati yang teguh,

dan iman yang tak goyah

untuk menjadikannya sah di hadapan-Mu.


Aku tidak meminta dia mencintaiku dulu,

aku hanya memohon,

agar aku menjadi lelaki

yang pantas mencintainya

dengan penuh tanggung jawab dan kehormatan.


Tuhanku,

jika dia takdir yang Kau pilihkan,

maka izinkan aku menjemputnya

dengan langkah yang Kau tuntun sendiri.

Jika bukan,

maka jangan biarkan aku terlalu dalam mencintai,

hingga lupa caraku pulang.

Senin, 02 Juni 2025

Aku Menyimpan Harapan Seperti Menyimpan Doa di Sudut Terdalam Malam

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Tak pernah aku menyuarakan terlalu keras,

karena harapan, bagiku,

adalah doa yang tumbuh dalam diam.

Aku simpan namamu

di antara detik-detik sepi yang menua,

dalam sunyi yang hanya Tuhan dan aku yang tahu.


Bukan karena aku takut kecewa,

tapi karena aku percaya

bahwa harapan yang tulus

tak butuh sorak,

hanya butuh langit yang mendengar

dan bumi yang mengizinkan.


Aku menuliskanmu

dalam bait-bait yang kubacakan di sepertiga malam,

seperti menulis takdir yang belum pasti

dengan keyakinan yang pasti.


Jika kelak kau tahu,

bahwa aku pernah menyimpan namamu

begitu dalam dan rapat,

semoga kau tahu juga

aku menyimpannya bukan karena aku lemah,

tapi karena aku menjaga—

dan cinta yang dijaga,

adalah cinta yang tak mudah padam.

Jeda puisi

 Dalam penulisan ini, ad waktu dimana penulisan tertunda karena ide yang akan ditulis belum rampung 

Minggu, 01 Juni 2025

Jika Kelak Aku Tak Sampai, Ingatlah Aku Pernah Mencintaimu Dengan Sepenuh Jiwa

 oleh Fian Amrullah Darmawan



Jika kelak langkahku tak pernah menjejak di pelaminan bersamamu,

jika wajahku hanya tinggal bayang di balik kisah hidupmu,

jika tangan ini tak pernah jadi yang menggenggammu di akhir pencarianmu—

maka ingatlah satu hal:

aku pernah mencintaimu,

dengan sepenuh jiwa

yang tak sempat kau lihat.


Aku bukan pria istimewa,

hanya laki-laki biasa

yang tak mampu menjanjikan dunia,

tapi bersumpah di dalam hati

untuk selalu menginginkan kebaikanmu

meski bukan bersamaku.


Aku mungkin kalah oleh waktu,

oleh keadaan,

oleh jalan hidup yang tak berpihak.

Tapi aku tak pernah kalah dalam mencintaimu,

sebab aku mencintaimu

tanpa syarat,

Sistem relatifitas waktu

 Cara kerja berfikir otak manusia dibagi dua yaitu cara berfikir cepat dan cara berfikir lambat " Ini saya dah pernah dipublikasikan ol...